Mengenal Biografi HB Jassin, Sang Kritikus dengan Gelar Adat Ti Molotinepa Wulito
JAKARTA, iNews.id - Artikel ini akan mengemas informasi mengenai biografi HB Jassin yang dikenal sebagai seorang cendekiawan muslim, pengarang, penyunting, dan kritikus sastra asal Gorontalo. Perannya sangat penting bagi kemajuan pendidikan bahasa Indonesia.
HB Jassin memiliki gelar adat Pulanga Gorontalo, yaitu "Ti Molotinepa Wulito" (putra terbaik yang menguasai bahasa).
HB Jassin atau Hans Bague Jassin, lahir pada 31 Juli 1917 di Gorontalo, Sulawesi Utara. Ia adalah anak dari Bague Mantu Jassin dan Habiba Jau. Ayahnya merupakan seorang juru tulis Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM).
Ayahnya sering membaca dan mengoreksi bacaan-bacaan dalam perpustakaan pribadinya, oleh karena itu Jassin pun terpengaruh dengan kebiasaan ayahnya dan mengikuti jejak ayahnya.
HB Jassin memiliki tiga orang istri. Istri pertamanya bernama Tientje van Buren, lalu yang kedua bernama Arsita. Setelah Arsita meninggal pada 12 Maret 1962, Jassin menikah lagi dengan Yuliko pada tanggal 16 Desember 1962 dan dikaruniai dua orang anak, yaitu Julius Firdaus Jassin dan Helena Magdalena Jassin.
Kegemarannya dalam membaca menjadi memicu baginya untuk menjadi kritikus dan kolektor dokumen sastra Indonesia. Bakatnya sebagai kritikus menjadi sangat kuat sehingga Gayus Siagian menjulukinya sebagai "Paus Sastra Indonesia".
Koleksi dokumen sastra pribadinya terkumpul di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, yaitu tempat pendokumentasian arsip kesusastraan nasional Indonesia maupun internasional.
Jassin berpendapat, seseorang yang ingin menjadi kritikus harus mempunyai bakat seniman, berjiwa besar atau mampu menghindari nafsu dengki, iri hati, dan benci. Seorang kritikus juga harus memiliki pengalaman hidup yang cukup supaya mampu melihat suatu persoalan dari berbagai sudut.
Jassin menjadi satu-satunya kritikus sastra Indonesia yang aktif mengikuti perkembangan sastra Indonesia dari tahun 1950 hingga 1970. Namun karena usianya semakin bertambah tua, ia menjadi kurang mampu dalam mengikuti perkembangan sastra. Tidak berhenti disitu, walaupun usianya menua ia mampu membangkitkan semangatnya untuk menghimpun dokumentasi sastra.
Pada tahun 1923, HB Jassin menamatkan pendidikan HIS Gorontalo, HBS-B selama 5 tahun di Medan tahun 1939, dan Fakultas Sastra, Universitas Indonesia tahun 1957. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di bidang Ilmu Perbandingan Kesusasteraan di Universitas Yale, Amerika Serikat tahun 1958--1959.
Pada tahun 1975 ia menerima Doktor Honoris Causa dari Universitas Indonesia. Menurut Prof. Dr. Harsya W. Bachtiar, Dekan Fakultas Sastra Universitas Indonesia saat itu, pengetahuan orang tentang sastra Indonesia didasarkan pada pengetahuan yang dikembangkan oleh HB Jassin.
Pada tahun 1970, Jassin dituduh menghina agama Islam karena cerpen Kipandjikusmin "Langit Makin Mendung" dalam majalah Sastra pada Agustus 1968. Untuk itu, ia diajukan ke pengadilan dan dijatuhi hukuman bersyarat satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.
Pleidoinya atau pembelaannya yang berjudul "Pembelaan Imajinasi" merupakan salah satu dokumen historis terpenting mengenai sastra Indonesia. Jassin sempat ikut menandatangani Manifes Kebudayaan, yang dimana hal ini membuat ia dipecat dari Fakultas Sastra, Universitas Indonesia.
Asisten Residen Gorontalo tahun 1939
Redaktur Balai Pustaka tahun 1940 - 1942
Dosen di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia tahun 1953 - 1959
Dosen luar biasa di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia tahun 1961
Lektor tetap di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia tahun 1973 hingga pensiun
Departemen Pendidikan Nasional tahun 1954 - 1973
Redaktur majalah Poedjangga Baroe tahun 1940 - 1942, Pandji Poestaka tahun 1942 - 1945, Pantja Raja tahun 1945 - 1947, Mimbar Indonesia tahun 1947 - 1956, Zenith tahun 1951 - 1954, Bahasa dan Budaya tahun 1952 - 1963, Kisah tahun 1953 - 1956, Seni tahun 1955, Sastra tahun 1961 - 1964 dan 1967 - 1969, Medan Ilmu Pengetahuan, Buku Kita, dan Horison tahun 1975 - 1980
Angkatan 45 (1951)
Tifa Penyair dan Daerahnya (1952)
Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esai jilid I - IV (1954, 1967; edisi baru 1985)
Kesusastraan Dunia dalam Terjemahan Indonesia (1966)
Heboh Sastra 1968
Suatu Pertanggungjawaban (1970)
Sastra Indonesia sebagai Warga Sastra Dunia (1963)
Pengarang Indonesia dan Dunianja (1963)
Surat-Surat 1943—1983 (1984)
Sastra Indonesia dan Perjuangan Bangsa (1993)
Koran dan Sastra Indonesia (1994).
Terdapat banyak buku yang di edit oleh HB Jassin, yakni Pantjaran Tjinta: Kumpulan Tjerita Pendek dan Lukisan (1948), Gema Tanah Air: Prosa dan Puisi (1948), Kesusastraan Indonesia di Masa Depan (1948), Kisah: 13 Tjerita Pendek (1955), Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45 (1956), Analisis Sorotan Tjerita Pendek (1961), Amir Hamzah Raja Penyair Pujangga Baru (1962), Pujangga Baru Prosa dan Puisi (1963), Tenggelamnya Kapal van der Wijck dalam Polemik (editor bersama dengan Junus Amir Hamzah (1963), dan masih banyak lagi.
Berikut adalah sejumlah karya sastra asing yang diterjemahkan oleh HB Jassin, yaitu Renungan Indonesia dari Indonesische Overpeinzingen karya Sjahrazad (nama samaran Sutan Sjahrir), Terbang Malam dari Vol de Nuit karya A. de St. Exupery (1947), Kisah-Kisah dari Rumania terjemahan bersama Taslim Ali dan Carla Rampen dari Nouvelles Roumaines (1964). Tjerita Pandji dalam Perbandingan dari Pandji-verhalen Onderling vergeleken karya Poerbatjaraka (1966), Max Havelaar karya Multatuli (1972), The Complete Poems of Chairil Anwar bersama Liauw Yock Fang (1974), dan masih banyak lagi.
Sejak 1949, HB Jassin menjabat sebagai penasihat berbagai penerbit, antara lain Gapura (1949—1951), Balai Pustaka (1949—1952), Gunung Agung (1953—1970), Nusantara (1963—1967), Pembangunan (1964—1967), dan Pustaka Jaya (1971—1972). HB Jassin juga pernah diangkat sebagai pemeriksa beberapa universitas di luar negeri, yakni Universitas Malaya, Malaysia, serta Universitas Monash dan Universitas Sydney, Australia.
HB Jassin wafat pada 11 Maret 2000 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dalam usia 83 tahun. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata, Jakarta sebagai tempat terakhir peristirahatannya.
Editor: Muhammad Fida Ul Haq