Mengenal Hukum Disiplin Militer, Aturan yang Bikin Kolonel Hendi Dicopot dari Dandim Kendari
JAKARTA, iNews.id – Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa mencopot Kolonel Kavaleri Hendi Suhendi dari jabatannya sebagai Komandan Kodim 1417 Kendari. Hendi juga dikenai sanksi berupa penahanan ringan selama 14 hari.
Pencopotan Hendi terkait dengan unggahan istrinya di media sosial. Istri Hendi, Irma Zulkifli Nasution, membuat status nyinyir tentang peristiwa penusukan Menko Polhukam Wiranto di Pandeglang, Banten.
KSAD menegaskan, berkaitan dengan unggahan sang istri, Kolonel Hendi dinyatakan melanggar Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer.
”Sehingga konsekuensinya pada Kolonel HS (Hendi Suhendi) tadi sudah saya tandatangani surat perintah melepas dari jabatannya dan akan ditambah dengan hukuman disiplin militer berupa penahanan ringan 14 hari,” kata KSAD usai menjenguk Wiranto di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Jumat (11/10/2019).
KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa di RSPAD Gatot Soebroto. (Foto: iNews.id/Aditya Pratama).
Atas sanksi tersebut, Kolonel Hendi resmi menanggalkan jabatannya sebagai Dandim Kendari. Upacara serah terima jabatan berlangsung di aula Markas Korem Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu (12/10/2019).
Hukum Disiplin Militer
UU Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer merupakan aturan yang mengikat prajurit TNI dalam hal penegakan disiplin. Pasal 1 angka 3 UU 25/2014 menyatakan, Hukum Disiplin Militer adalah peraturan dan norma untuk mengatur, membina, menegakkan disiplin, dan tata kehidupan yang berlaku bagi militer.
Undang-undang ini lahir untuk menggantikan UU Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan TNI.
Pada mulanya, aturan tentang disiplin prajurit ABRI tertuang dalam Wetboek van Krijgstucht voor Nederlands Indie (Staatsblad 1934 Nomor 168) atau disebut juga Kitab Undang-Undang Hukum Disiplin Tentara. Regulasi ini peninggalan kolonial.
Seiring kemerdekaan RI dan dilakukan pembenahan hukum nasional, Staatsblad 1934 nomor 168 digantikan dengan UU Nomor 40 Tahun 1947 tentang Menyesuaikan Peraturan-Peraturan Hukum Disiplin Tentara (staatsblad 1934, no 168) dengan Keadaan Sekarang.
Zaman terus berubah, organisasi militer Indonesia pun semakin berkembang. Untuk merespons perubahan tersebut, aturan tentang disiplin tentara ikut menyesuaikan. Dari UU 40/1947, diperbarui menjadi UU 26/1997, hingga kini UU 25/2014.
Istri Kolonel Hendi menangis saat upacara sertijab suaminya di Makorem Halu Oleo, Kendari, Sultra, Sabtu (12/10/2019).
Pertimbangan lahirnya Hukum Disiplin Militer tak lepas dari tugas dan fungsi TNI sebagai alat pertahanan negara. Undang-undang menyatakan, untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, prajurit TNI memerlukan disiplin tinggi.
"Disiplin tinggi merupakan syarat mutlak dalam tata kehidupan militer agar mampu melaksanakan tugas dan kewajiban dengan baik sehingga hukum disiplin militer perlu dibina dan dikembangkan untuk kepentingan penyelenggaraan pertahanan negara," bunyi konsideran pertimbangan UU 25/2014.
Adapun yang disebut pelanggaran hukum disiplin militer yakni segala perbuatan dan/atau tindakan yang dilakukan oleh militer yang melanggar hukum dan/atau peraturan disiplin militer dan/atau melakukan perbuatan yang bertentangan dengan sendi-sendi kehidupan militer yang berdasarkan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit.
Pasal 8 menyebutkan, jenis Pelanggaran Hukum Disiplin Militer terdiri atas: a. segala perbuatan yang bertentangan dengan perintah kedinasan, peraturan kedinasan, atau perbuatan yang tidak sesuai dengan Tata Tertib Militer; dan b. perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan pidana yang sedemikian ringan sifatnya.
Mengenai hukuman diatur dalam Pasal 9 yaitu meliputi teguran, penahanan disiplin ringan paling lama 14 hari, atau penahanan disiplin berat paling lama 21 hari.
Penjatuhan Hukuman Disiplin Militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diikuti dengan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 10).
Turut Bertanggung Jawab
Penjatuhan sanksi terhadap Kolonel Hendi sebagai akibat perbuatan istrinya merupakan hal lumrah dalam dunia militer. Prajurit TNI turut bertanggung jawab terhadap istrinya yang merupakan bagian dari Persatuan Istri Tentara (Persit).
Kewajiban demikian ditegaskan oleh Pangdam XIV Hasanuddin, Mayjen TNI Surahawandi saat memimpin upacara sertijab Kolonel Hendi kepada Kolonel Infateri Yustinus Nono Yulianti.
"Suami harus membimbing istrinya dan juga keluarganya. Ketaatan itu di tentara tidak ada tawar-menawar," kata Surahawandi.

Kepala Dinas Penerangan AU (Kadispenau) Marsma TNI Fajar Adriyanto menegaskan hal senada. Unggahan istri prajurit soal politik melanggar prinsip dasar TNI. Menurut dia, dalam urusan politik, posisi prajurit TNI AU dan keluarganya (Keluarga Besar Tentara/KBT) netral.
”Oleh karena itu, KBT dilarang berkomentar, termasuk di media sosial yang berdampak pendiskreditan pemerintah maupun simbol-simbol negara. KBT yang kedapatan melanggar, dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku,” katanya saat dihubungi iNews.id, Jumat (11/10/2019).
Dalam kasus unggahan nyinyir tentang Wiranto tersebut, terdapat tiga prajurit yang mendapat sanksi tegas. Selain Kolonel Hendi, terdapat Peltu YNS dan Serda Z. Mereka juga dicopot dari jabatannya dan ditahan 14 hari.
Editor: Zen Teguh