Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Gunung Merapi Luncurkan Awan Panas Guguran Sejauh 1,5 Km, Status Level III Siaga
Advertisement . Scroll to see content

Mengenang Mbah Maridjan Si Juru Kunci Merapi, Abdi Dalem Keraton yang Setia

Rabu, 10 November 2021 - 20:52:00 WIB
Mengenang Mbah Maridjan Si Juru Kunci Merapi, Abdi Dalem Keraton yang Setia
Mas Penewu Surakso Hargo atau dikenal Mbah Maridjan. (Foto: File RCTI).
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Mengenang Mbah Maridjan si juru kunci gunung merapi. Pria dengan nama asli Mas Penewu Surakso Hargo cukup dikenal masyarakat. Terutama ketika bicara tentang peristiwa bencana alam Gunung Merapi 2006 dan 2010.

Sebelum mengulas lebih jauh tentang kehidupan Mbah Maridjan, perlu diketahui juga sosok singkat si juru kunci Gunung Merapi. Dihimpun dari beberapa sumber, Mbah Maridjan lahir di Dukuh Kineharjo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta 5 Februari 1927 dan wafat pada 26 Oktober 2010. Mbah Maridjan memiliki istri bernama Ponirah dan 10 anak. 

Dia menjalankan amanah dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada 1970 sebagai wakil juru kunci dengan pangkat Mantri Juru Kuci mendampingi ayahnya saat itu sebagai juru kunci Gunung Merapi. Sejak itu dia sering mendampingi ayahnya memimpin upacara ritual labuhan di puncak Gunung Merapi.

Setelah ayahnya meninggal pada 3 Maret 1982 dia kemudian diangkat menjadi juru kunci pada 1982. Masyarakat setempat selalu menungggu arahan darinya untuk mengungsi ketika Gunung Merapi meletus.

Semasa hidupnya dia mendapatkan penghargaan Anugerah Budaya 2011 dari Pemerintahan Provinsi DIY dalam kategori pelestari adat dan tradisi. Pemberian penghargaan dilakukan Sekretaris Daerah Provinsi DIY Ikhsanuri, pada 29 November 2011, di Bangsal Kepatihan, Yogyakarta.

Sebagai abdi dalem Keraton, Mbah Maridjan sangat setia terhadap amanah yang diberikan oleh Sri Sultan Hamengkubowono IX. Kesetiaannya terlihat ketika Gunung Merapi setinggi 2.930 meter itu memuntahkan awan panas Oktober 2010. 

Saat Gunung Merapi dinyatakan berstatus dari siaga menjadi awas, Mbah Maridjan bersikeras menolak untuk mengungsi meski dibujuk berbagai kalangan. Padahal rumahnya hanya berjarak empat kilometer dari puncak Merapi. Sikap keras pada pendiriannya ini dilatarbelakangi sumpah suci yang pernag diucapkannya di hadapan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Sumpah tersebut sebagai penjaga keselarasan antara alam (Merapi) dengan manusia yang hidup di lerengnya.

Sri Sultan Hamengkubuwono IX diketahui lahir 12 April 1912 dengan nama Gusti Raden Mas Dorodjatun dan wafat pada 2 Oktober 1988. 

Mbah Maridjan tetap pada pendiriannnya berdiam diri di rumah meski saat itu puluhan ribu warga yang tinggal berjarak 10 kilometer dari puncak Merapi telah mengungsi.

Gunung Merapi akhirnya memuntahkan awan panas atau dikenal wedhus gembel tidak ada henti-hentinya pada 26 Oktober 2010 pukul 17.02 WIB. Merapi terus mengalami serangkaian erupsi disertai awan panas dan banjir lahar dingin hingga beberapa bulan. 

Awan panas saat itu menghanguskan apapun yang dilewatinya. Termasuk kediaman Mbah Maridjan di Dusun Kinahrejo, Cangkringan Sleman.

Keganasan awan panas Merapi merenggut nyawa si juru kunci. Jasad Mbah Maridjan ditemukan oleh tim SAR gabungan dalam posisi bersujud dengan kondisi luka bakar. Awan panas Merapi menyebabkan desa yang ditinggali Mbah Maridjan rusak. Semua hewan hingga tanaman mati. Bangunan yang dilewati awan panas juga hangus hingga tidak ada tanda kehidupan.

Editor: Kurnia Illahi

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut