Menlu Minta PBB Lindungi Warga Sipil Korban Konflik di Tengah Pandemi Covid-19
JAKARTA, iNews.id - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) meminta para DK PBB melakukan pengawasan terhadap warga sipil yang menjadi korban daripada konflik bersenjata di situasi pandemi virus corona (Covid-19). Pertemuan DK PBB dilakukan dengan video conference, Rabu (27/5/2020).
Pernyataan itu disampaikan, lantaran fakta di lapangan menyatakan bahwa pandemi Covid-19 tidak menghentikan konflik bersenjata di berbagai belahan dunia. Data yang ada, kata dia, menunjukkan sebaliknya, bahwa konflik semakin meningkat.
“DK PBB memiliki kewajiban moral untuk melindungi warga sipil saat konflik bersenjata di masa pandemi," katanya dikutip dari laman resmi Kementerian Luar Negeri, Kamis (28/5/2020).
Retno menyebutkan, ada tiga hal penting yang perlu dilakukan sekarang untuk menjawab tantangan perlindungan warga sipil dalam konflik bersenjata di tengah pandemi Covid-19. Pertama, pentingnya pemberlakuan jeda kemanusiaan di masa pandemi.
Indonesia bersama beberapa negara lainnya, mendukung seruan untuk melakukan gencatan senjata global di seluruh situasi konflik. Termasuk konflik senjata yang terjadi di Afghanistan.
"Indonesia bersama dengan Norwegia, Jerman, Qatar dan Uzbekistan meluncurkan Joint Statement yang mendukung gencatan senjata di Afghanistan," kata Retno.
Hal yang kedua, memastikan ketaatan terhadap hukum kemanusiaan internasional. Menurutnya, konflik pengambilan wilayah dengan cara paksa yang terjadi di Palestina merupakan contoh konkret dimana hukum humaniter sangat dibutuhkan.
"Palestina tidak hanya menghadapi pandemi Covid-19, namun juga harus menghadapi aneksasi yang masih terus dilakukan. Oleh karenanya, masyarakat internasional harus mencegah aneksasi lebih lanjut terhadap Palestina," katanya.
Lalu yang ketiga, menurutnya pemberdayaan perempuan merupakan elemen penting dalam perlindungan warga sipil. Perempuan, kata Retno, harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pengembangan dan implementasi strategi perlindungan warga sipil.
Selain itu, Indonesia, ungkapnya, juga berkomitmen dalam meningkatkan jumlah pasukan perdamaian perempuan. Hingga saat ini, pasukan perdamaian perempuan jumlahnya tercatat hanya 154 orang.
Editor: Muhammad Fida Ul Haq