Menyemai Asa dari Pasar Rakyat untuk Indonesia Bebas Pandemi
JAKARTA, iNews.id - Hari itu, deretan pedagang saling berhadapan berlomba menjajakan dagangannya masing-masing. Para pembeli pun sibuk lalu-lalang mencari dagangan yang ingin dibeli.
Tidak ada genangan air di sepanjang jalan, tapi tetap ada bau amis ikan dan ayam di pojokan sana, sementara di bagian tengah ada bau khas ikan asin yang begitu menyengat bercampur dengan aroma rempah yang semerbak. Tumpukan sayur mayur, buah-buahan segar dengan warna-warni yang mentereng, hingga beragam jenis pakaian juga berjejer rapi dan siap untuk diambil pembeli.
Itulah sekilas wajah Pasar Minggu, Jakarta. Pasar Minggu harus terus bergerak tanpa jeda dan lelah, menghidupi banyak kepala.
Sayangnya, wajah pasar yang terletak di Selatan Ibu Kota ini berubah drastis ketika virus Covid-19 mulai menyerang Indonesia. Sejak saat itu, suasana pasar tidak lagi sama.

Pasar Minggu menjadi salah satu yang dianggap sebagai suatu tempat yang menakutkan karena khawatir menjadi salah satu tempat penyebaran virus ganas itu. Kondisi tersebut tentu berdampak langsung kepada penjualan para pedagang yang ada di pasar ini.
Sehari dua hari, mungkin jadi hal yang mudah. Tapi, lain ceritanya ketika pemerintah memutuskan untuk membatasi aktivitas perdagangan nyaris sebulan penuh demi menekan penyebaran virus corona di tempat-tempat umum. Sebagai penggerak roda perekonomian, banyak pedagang yang mengeluh babak belur dan tak berdaya menghadapi pandemi ini. Tidak sedikit yang memilih untuk berhenti berdagang dan banting setir mencari sumber penghidupan lain. Ada pula yang lebih memilih untuk pulang kampung mencari peruntungan yang lebih baik. Hanya segelintir yang tetap berdagang, meski pendapatan yang didapatkan pun belum tentu balik modal.
Menyikapi kondisi itu, beragam pihak mendorong pemerintah pusat untuk bertindak melakukan upaya penyelamatan atas keluh kesah yang dirasakan para pedagang. Sampai akhirnya, keluhan ini pun masuk hingga ke telinga Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kala itu, Kepala Negara memutuskan proses vaksinasi Covid-19 tahap kedua disasar kepada mereka yang kesehariannya sebagai pelayan publik dan pekerja publik. Dalam kategori ini, pedagang masuk ke dalamnya. Proses vaksinasi ini pun akhirnya kembali diputuskan untuk dilakukan di ruang publik seperti pasar salah satunya.
Langkah jemput bola pemerintah pun mendapat apresiasi dari MPR sebagai lembaga tinggi negara. Dalam hal ini, Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani berpandangan bahwa untuk meraih target herd immunity atau kekebalan komunal, pemerintah tidak bisa melakukan pendekatan-pendekatan tradisional.

Pendekatan tradisional yang dimaksud, misalnya pemerintah berharap masyarakatnya datang langsung ke tempat fasilitas kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, ataupun fasilitas kesehatan lainnya. Arsul mengira, jika pendekatan ini yang dilakukan, maka percepatan untuk terciptanya herd immunity sulit untuk terjadi.
"Saya kira itu justru langkah yang tepat, yang lebih bisa menjamin bahwa target vaksinasi dalam rangka herd immunity itu akan tercapai sesuai dengan waktu yang ditargetkan," kata Arsul kepada iNews.id, Kamis (21/10/2021).
Perintah Pemerintah Pusat pun langsung ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah setempat. Dalam hal ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akhirnya menggalakkan program dengan meminta Perumda Pasar Jaya untuk menggelar vaksinasi 'jemput bola' di Pasar yang dikelolanya.
Manajer Umum dan Humas Perumda Pasar Jaya, Gatra Vaganza mengatakan bahwa pihaknya langsung bergerak cepat untuk melakukan sejumlah tahapan. Mulai dari edukasi kepada para pedagang hingga berkoordinasi dengan sejumlah pihak mulai dari aparat TNI-Polri hingga tenaga kesehatan. Dalam edukasi ini, dia menyadari bukan tugas yang mudah untuk meyakinkan para pedagang dan juga orang-orang yang beraktifitas di lingkungan pasar untuk bisa mengikuti program tersebut. Itu tidak lain karena banyaknya terpaan isu-isu negatif yang menyebut jika vaksin Covid-19 ini berbahaya. Namun, Perumda Pasar Jaya yang dibantu dengan aparat TNI-Polri serta tenaga kesehatan terus berupaya memberikan keyakinan itu.
Gatra masih ingat, bagaimana antusiasme pedagang itu masih terbilang cukup minim pada saat akselerasi program vaksinasi Covid-19 di pasar ini dimulai. Namun, seiring berjalannya waktu, antusiasme itu berubah ketika banyak pedagang pasar akhirnya menyerbu sentra-sentra vaksinasi.

Fenomena perubahan antusiasme ini akhirnya terungkap karena munculnya budaya 'mulut ke mulut' dari pedagang yang sudah melaksanakan vaksinasi Covid-19. Sebagian besar dari mereka yang belum mencicipi tusukan jarum Covid-19 ini akhirnya percaya jika rekan sejawatnya itu masih dalam kondisi sehat pasca disuntik vaksin. Gatra pun menangkap pesan yang bergulir diantara pedagang itu berupa harapan untuk memberikan rasa aman bagi dirinya dan juga para konsumennya.
"Bisa kami pastikan bahwa dari antusiasme yang di pasar-pasar kami lakukan, itu mayoritas pedagang pasar sudah tervaksin," tutur Gatra.
Sementara, Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Reynaldi Sarijowan mengungkapkan bahwa pihaknya di awal program ini berjalan bersepakat untuk membantu pemerintah untuk menyakinkan para pedagang untuk melaksanakan vaksin Covid-19. Meskipun ia menyadari jika IKAPPI mengalami kesulitan dalam melakukan sosialiasi dan edukasi tentang manfaat dari vaksin tersebut.
"Ini agak kesulitan kami karena harus melawan arus hoaks yang cukup deras di lapisan masyarakat paling bawah. karena apa? ada yg bilang vaksin ini ada chip nya dan sebagainya maka hal-hal seperti ini harus kita luruskan," katanya.
Namun, IKAPPI tak pantang menyerah. Mereka pun akhirnya memutuskan untuk melakukan urun rembug bersama kepala pasar, ketua blok pasar, hingga sejumlah paguyuban pasar untuk melawan hoaks ini.
Akhirnya, cara-cara seperti memasang spanduk hingga masuk ke lorong-lorong pasar dengan menggunakan toa pun tercetus untuk dilakukan dalam rangka mengedukasi tentang bahaya Covid-19 dan bagaimana manfaat yang didapatkan.
Renandi, salah satu pedagang pakaian di Pasar Minggu ini pun mengakui adanya kekhawatiran soal beragam kabar tentang bahaya dari vaksin Covid-19. Tapi, melihat pedagang di sekitarnya sudah melangsungkan, dia pun akhirnya memutuskan untuk ikut disuntik. Namun, tak hanya karena melihat pedagang lain yang sudah divaksin, ada celotehan harapan dari bapak tiga orang anak ini yang akhirnya membulatkan keputusannya.
Ya, tentu dengan harapan kondisi pasar yang sudah dia jajaki sejak 30 tahun silam ini bisa kembali normal. Dia pun berbagi kisah bagaimana dia harus merasakan penurunan omzet ketika situasi virus Covid-19 ini masuk ke Tanah Air, bahkan sampai ke lokasi dia berjualan. Ketika itu, pengelola pasar memutuskan untuk menerapkan ganjil genap bagi para pedagang yang berjualan hingga pembatasan jam operasional dagang.
"Ya walaupun cuma 2 sampe 3 jam ya tetap dagang aja udah, mau gimana lagi," tutur Reynaldi.
Biasanya, selepas berdagang, dia mengaku bisa mengantongi uang lebih untuk disimpan dalam tabungannya. Namun, pada saat pandemi ini, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari menjadi hal yang patut disyukurinya.
"Ya saya sih pengen, orang-orang nggak takut lagi ke pasar, terus penjualan kayak biasa lagi lah, rame lagi," tutur harapannya.
Kini aktivitas di Pasar Minggu pun mulai berangsur ramai kembali. Riuh-riuh para pedagang pun kembali terdengar ketika para pembeli masuk ke dalam pasar. Hal ini tak terlepas dari peran semua pihak yang bersepakat untuk menciptakan kondisi pasar yang kembali sehat.
Kembali ke Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani, dia memiliki harapan besar agar proses percepatan vaksinasi Covid-19 ini membuahkan hasil yang baik. Dengan begitu, roda perekonomian di pasar bisa berputar kembali seperti sebelumnya.

Arsul juga berpandapangan, pemerintah pusat juga perlu untuk mempercepat percepatan vaksinasi Covid-19 ke sejumlah daerah yang masih minim tersentuh program ini. Sebab, pemerataan ini penting agar terciptanya herd immunity di tengah-tengah masyarakat.
"Jadi meskipun yang ada di pasar, katakanlah pandemi ini sudah berakhir, dan katakanlah sudah menjadi endemi, menurut saya program vaksinasinya tetap harus dilakukan," pungkasnya.
Editor: Faieq Hidayat