Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Program Transformasi Sekolah Manggarai Barat Resmi Ditutup
Advertisement . Scroll to see content

Miris! 80 Tahun Merdeka Sekolah di Muarojambi Masih Reyot dan Desa Belum Dialiri Listrik

Selasa, 19 Agustus 2025 - 10:38:00 WIB
Miris! 80 Tahun Merdeka Sekolah di Muarojambi Masih Reyot dan Desa Belum Dialiri Listrik
Sekolah reyot di Desa Tanjung Lebar, Muarojambi, Jambi, menjadi potret miris dunia pendidikan di usia 80 tahun kemerdekaan RI. (Foto: MPI/Azhari Sultan)
Advertisement . Scroll to see content

MUAROJAMBI, iNews.id - Di tengah gegap gempita perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia, potret pendidikan di Desa Tanjung Lebar, Kabupaten Muarojambi, Jambi, justru menyajikan kenyataan memilukan. Tiga sekolah dasar di wilayah ini berdiri dengan kondisi reyot, jauh dari kata layak.

Bangunannya terbuat dari kayu seadanya, berdiri rapuh di tengah pedalaman dan hampir roboh dimakan usia.

Sekolah-sekolah tersebut merupakan filial dari SDN 232/IX Sungai Beruang. Dinding lapuk, lantai kayu berderit, hingga papan tulis sobek menjadi pemandangan sehari-hari bagi murid-murid.

Ironisnya, ketiga sekolah dasar itu berada di wilayah konflik tapal batas Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Muarojambi. Persoalan ini membuat pembangunan pendidikan terbengkalai bertahun-tahun.

“Ada tiga sekolah dasar yang kondisinya memprihatinkan karena persoalan tapal batas ini,” ujar sumber yang enggan menyebutkan namanya, Selasa (19/8/2025).

Dia menegaskan, tarik-ulur batas wilayah seharusnya tidak mengorbankan pendidikan anak-anak.

“Inikan untuk anak bangsa kita. Mau Batanghari atau Muarojambi, pendidikan tetap harus jalan. Tapi karena konflik tapal batas, Muarojambi tidak bisa membangun,” katanya.

Kepala Dusun III Sungai Jerat, Sukri, membenarkan kondisi tersebut. Dia menyebut jarak menuju sekolah cukup jauh.

“Kalau dari Dusun III ke lokasi sekolah, butuh waktu sekitar 1 jam,” ucapnya.

Menurut Sukri, sekolah itu dulunya dibangun dengan swadaya masyarakat. Namun hingga kini belum ada pembangunan berarti karena status wilayah masih abu-abu.

“Ini harus ada pelepasan wilayah dulu, supaya jelas,” katanya.

Selain pendidikan, warga Desa Tanjung Lebar juga menghadapi masalah mendasar lain yakni listrik. Hingga kini, desa itu belum tersentuh aliran listrik PLN meski sudah lebih dari 10 tahun menunggu.

Kepala Desa Tanjung Lebar, Endang Lestari mengaku prihatin.

“Kami sudah terlalu lama hidup tanpa listrik. Ini jelas menyulitkan,” ujarnya.

Endang bahkan rela menemui Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Yandri Susanto di Jakarta, demi memperjuangkan akses listrik untuk desanya.

Warga Desa Tanjung Lebar menegaskan bahwa pendidikan dan listrik bukanlah kemewahan, melainkan hak dasar. Mereka berharap pemerintah pusat maupun daerah segera mengambil langkah nyata.

“Kami ingin benar-benar merdeka, termasuk menikmati listrik yang sudah semestinya menjadi hak masyarakat,” kata Endang.

Editor: Donald Karouw

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut