Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Pakar Hukum Surati Komisi III DPR, Minta Keabsahan Ketua MK Suhartoyo Dibahas
Advertisement . Scroll to see content

MK Batalkan Sejumlah Kewenangan DPR di UU MD3

Kamis, 28 Juni 2018 - 17:27:00 WIB
MK Batalkan Sejumlah Kewenangan DPR di UU MD3
Gedung Mahkamah Konstitusi (ilustrasi). (Foto: Okezone).
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id –  Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).

Di antara permohonan uji materi yang dikabulkan itu terkait dengan pemanggilan paksa dan penyanderaan oleh DPR melalui Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). MK menyatakan sebagian ketentuan tersebut adalah inkonstitusional.

“Amar putusan menyatakan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan amar putusan di Gedung MK Jakarta, Kamis (28/6/2018).

Pasal-pasal yang diuji adalah Pasal 73 ayat (3), Pasal 73 ayat (4) huruf a dan c, Pasal 122 huruf k, dan Pasal 245 ayat (1) UU MD3.

Dalam pertimbangan yang dibacakan Hakim Konstitusi Saldi Isra, MK menilai pemanggilan paksa hanya dapat digunakan untuk penyidikan dalam ranah penegakan hukum dan bukan dalam rapat anggota dewan. Selain itu, MK menegaskan bahwa MKD bukanlah alat yang digunakan sebagai tameng DPR untuk melindungi anggota DPR dari dugaan pencemaran nama baik yang kemudian merendahkan martabat para anggota DPR.

“Pada hakikatnya fungsi MKD adalah alat penegak etik bagi anggota DPR, dan jelas bukan alat penegak hukum,” kata Saldi Isra.

MK berpendapat, dalam ketentuan pasal yang diujimaterikan, posisi MKD telah mengambil ranah penegakan hukum. Selain itu, ketentuan tersebut dinilai tidak menempatkan DPR sebagai subjek, melainkan menempatkan orang per orangan, khususnya yang dinilai telah merendahkan martabat DPR, sebagai subjek hukum.

"Padahal orang per orangan yang dimaksud dalam pasal a quo adalah pihak yang sejatinya membantu MKD menjaga para anggota dewan supaya tidak melanggar kode etik,” kata Saldi.

Lebih lanjut, MK menilai pasal-pasal yang diujimaterikan telah membuat masyarakat menjadi takut untuk memberikan pengawasan pada wakilnya dalam menyelenggarakan negara dan mengawasi para anggota DPR dari pelanggaran kode etik.

Sementara, terkait dengan Pasal 245 ayat 1 UU MD3 mengenai hak imunitas anggota DPR, MK memiliki pendapat dan pertimbangan sendiri untuk ketentuan tersebut. Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengatakan, pertimbangan mahkamah untuk Pasal 245 ayat (1) pada hakikatnya sejalan dengan apa yang dimohonkan oleh para pemohon, yang esensinya adalah syarat adanya pertimbangan MKD terlebih dahulu untuk memanggil anggota DPR dapat menjadi penghambat bahkan meniadakan syarat adanya persetujuan tertulis dari presiden.

“Mahkamah akan menjatuhkan putusan yang dipandang lebih tepat sebagaimana termuat dalam amar putusan ini,” ujar Hakim Palguna.

Editor: Ahmad Islamy Jamil

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut