MK Sebut Endorsement Presiden Tak Langgar UU: Ranah Etik, Belum Diatur Tegas dalam Peraturan
JAKARTA, iNews.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menilai endorsement atau pemberian dukungan dari Presiden petahana terhadap pasangan atau kandidat calon pasangan presiden dan wakil presiden tertentu di pemilu tidak melanggar undang-undang. MK menilai tindakan itu merupakan ranah etik.
Dalam pertimbangannya, MK juga mengakui bahwa kedudukan Presiden di Indonesia memang dilematis. Mahkamah menilai presiden di Indonesia bisa dianggap sebagai kepala eksekutif atau pemerintahan hasil pemilu, sebagai kepala negara simbol kedaulatan negara, sebagai kader dari parpol yang mengusungnya.
"Sekaligus warga negara yang secara asasi mempunyai hak berpolitik antara lain dalam bentuk mendukung atau tidak mendukung calon kandidat tertentu," kata Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dalam sidang pembacaan putusan PHPU di Gedung MK, Senin (24/2/2024).
Mahkamah juga menilai tidak menemukan adanya landasan hukum terkait ketidanetralan Presiden. Hal itu meskipun mengakibatkan keuntungan bagi pihak tertentu. Apalagi UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
"Sekali lagi karena tolak ukur atau parameter ketidaknetralan Presiden dalam pemilu termasuk wilayah etik belum diatur tegas dalam peraturan perundang-undangan khususnya di level Undang-Undang," katanya.
Terlepas dari itu, Mahkamah menilai perlunya perubahan paradigma mengenai netralitas kekuasaan eksekutif demi mewujudkan pemilu yang jujur dan adil. Hal ini untuk mewujudkan Pasal 22 E ayat (1) UUD 1945.
"Tentunya perubahan paradigma demikian harus dilakukan melalui perubahan atas undang-undang mengenai kepemiliuan sebagaimana telah disiggung dalam pertimbangan hukum sebelumnya," tutupnya.
Editor: Faieq Hidayat