Pada Zaman Dahulu Ondel-ondel Digunakan sebagai Penolak Bala, Ini Sejarahnya
JAKARTA, iNews.id - Pada zaman dahulu ondel-ondel digunakan sebagai penolak bala. Bagaimana sejarahnya hingga saat ini banyak digunakan sebagai hiburan? Simak di sini informasinya.
Melansir buku 'Super Sukses AKM Kelas Asesmen Kompetensi Minimum Kelas' terbitan Bumi Aksara ondel-ondel merupakan kesenian boneka asal Betawi atau Jakarta. Kesenian ini sudah ada sejak zaman pra-Islam.
Kesenian boneka ondel-ondel digerakkan oleh manusia di dalamnya. Adapun, rangka tubuh ondel-ondel terbuat dari anyaman bambu yang dilapisi oleh keras dengan tinggi 2.5 meter. Pada bagian kepala, akan diisi oleh sebuah topeng.
Pada zaman dahulu ondel-ondel digunakan sebagai penolak bala dan dibuat secara berpasangan, yakni laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel selalu diarak keliling kampung oleh warga Betawi.
Kegiatan itu dilakukan untuk menolak bala atau roh jahat. Orang Betawi percaya, ondel-ondel bisa menangkal hal magis, misalnya cacar akan hilang setelah masyarakat mengarak ondel-ondel keliling kampung.
Namun, ada tahun 1980-an tradisi tersebut mulai ditinggalkan. Ondel-ondel digunakan untuk menambah semarak, pesta rakyat hingga hajatan dengan topeng yang gambarannya lebih manis dan bersahabat.
Pada masa gubernur siapakah ondel-ondel mulai diangkat sebagai kesenian rakyat? Jawabannya adalah pada masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin (1966-1977). Sejak saat itu, ondel-ondel menjadi seni pertunjukan rakyat yang menghibur.
Pertunjukan ondel-ondel dengan menggoyangkan badan dan kepala ke kanan dan ke kiri. Biasanya, hiburan tersebut diiringi dengan musik khas Betawi, seperti pencak Betawi, bende, ningnong, tanjidor, hingga ketimpring.
Ondel-ondel sebelumnya disebut barongan. Dikutip dari situs Kemdikbud, tak ada yang tahu asal kata barongan. Hanya mungkin, barongan berasal dari kata barengan yang artinya bareng-barengan atau sama-sama.
Jadi, sudah tahukan sejarah pada zaman dahulu ondel-ondel digunakan sebagai penolak bala kan? Semoga bisa menambah wawasan kamu ya!
Editor: Puti Aini Yasmin