Pakar ITB Jelaskan Penyebab Gempa Cianjur, Ternyata Juga Pernah Terjadi di Tahun 1970-an
JAKARTA, iNews.id - Pakar Institut Teknologi Bandung (ITB) buka suara soal penyebab gempa Cianjur berkekuatan 5,6 magnitudo yang terjadi pada Senin (21/11) kemarin. Ia menduga penyebab gempa terjadi karena Sesar Cimandiri.
"Menurut beberapa data yang didapatkan saat ini, serta melihat gempa susulan dan kerusakan yang terjadi, penyebab gempa ini adalah Sesar Cimandiri yang membujur dari Teluk Pelabuhan Ratu sampai sekitar Padalarang," ucap Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, Irwan Meilano dikutip dari laman resmi ITB, Selasa (22/11/2022).
Irwan memaparkan Sesar Cimandiri merupakan salah satu sesar yang aktif. Adapun, sesar adalah bidang rekahan yang disertai dengan adanya pergeseran, mengalami retakan atau memiliki celah.
Sesar ini dinilai memiliki akumulasi tegangan tektonik yang jadi gaya penerus gempa. Oleh karena itu, Sesar Cimandiri memiliki potensi gempa yang signifikan terjadi di masa depan juga.
"Sesar ini termasuk sumber gempa yang independen dan tidak dipengaruhi oleh gempa-gempa sebelumnya sehingga terdapat potensi gempa yang signifikan terjadi di masa depan," tutur dia.
Walaupun bukan tergolong gempa yang besar berdasarkan kekuatannya, banyak terjadi kerusakan hingga korban jiwa yang berjatuhan. Ternyata hal ini dikarenakan hiposentrum yang dangka;, lapisan yang halus dan bangunan yang tidak tahan gempa.
Menurut Irwan, ini bukan pertama kali Sesar Cimandiri bergerak dan menyebabkan gempa. Sebab, pada tahun 1970-an gempa berkekuatan serupa juga pernah terjadi.
Oleh karena itu, ia mengimbau pemerintah dan pemda memahami daerah dengan potensi gempa tersebut. Misalnya, dengan melakukan penataan ruang dan edukasi mitigasi bencana agar tidak terulang, seperti gempa Cianjur.
"Penataan ruang dan kaidah pembangunan yang dilakukan tiap daerah harus disesuaikan dengan struktur geologinya, serta jaraknya dari sumber gempa. Selain itu, masyarakat juga harus melek literasi dan pengetahuan bahwa mereka tinggal di daerah yang rawan gempa sehingga mitigasi dapat dilakukan," kata Irwan.
Irwan meminta pemerintah dan masyarakat bisa belajar dari Jepang yang selalu memanfaatkan golden time untuk proses evakuasi. Golden time hanya berkisar rata-rata 30 menit setelah gempa bumi.
"Kita harus belajar dari Jepang dalam memanfaatkan golden time ini. Rumah sakit darurat, pengungsian sementara, air dan sanitasi yang baik, mulai dipersiapkan sekarang. Jika hanya fokus pada yang terluka, lantas mengesampingkan hal-hal vital yang harus dipersiapkan, maka orang yang selamat pun dapat menjadi korban selanjutnya," tutup dia.
Editor: Puti Aini Yasmin