Pakar: PSBB Salah Sejak Awal, Semestinya Semua Serentak
JAKARTA, iNews.id - Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 dianggap keliru sejak awal. Semestinya kebijakan ini berlangsung serentak semua daerah.
Pandangan ini disampaikan Pakar Kesehatan Masyarakat dari Griffith University Australia Febi Dwirahmadi. Menurut dia, salah satu kunci mengatasi Covid-19 terletak pada penghindaran kontak antara penderita dengan orang lain.
“Kalau kita bicara PSBB, kalau boleh kita mengoreksi itu sudah salah sejak awal. PSBB seharusnya secara serentak, tetapi penekanannya bisa berbeda-beda setiap provinsi,” kata Febi dalam dialog bersama iNews.id bertajuk “Episentrum Covid-19 Bergeser ke Luar Jakarta, Bagaimana Kesiapan Daerah?”, Senin (4/5/2020).
Selain Febi, dialog secara virtual yang disiarkan langsung melalui akun YouTube iNews Portal ini juga menghadirkan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru, dan CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali.
Febi menggambarkan, mempelajari virus lebih mudah dibandingkan manusia. Pada manusia, rambut boleh sama-sama hitam, namun isi kepala berbeda. Penggambaran ini untuk menekankan, pada dasarnya ada rumus sederhana dalam mengatasi Covid-19.
“Yang sakit diisolasi, yang suspect dikarantina dan physical distancing. Australia hanya menggunakan pendekatan itu,” ucapnya.
Febi menegaskan, mengurangi Covid-19 sama artinya dengan meminimalisasi transmisi. PSBB sesungguhnya sudah tepat karena membatasi supaya kontak itu dikurangi.
Persoalannya sekarang, karena masing-masing daerah berbeda dalam menerapkan, tugas pemerintah untuk mengajak masyarakat dapat benar-benar menjalankan aturan tersebut.
Hal senada diungkapkan Hasanuddin Ali. Berdasarkan statistik dia memperkirakan pada 13 Mei 2020 pertumbuhan kasus positif di Ibu Kota mulai menurun. Namun hal itu tidak akan berarti apa-apa jika pertumbuhan di sekitar Jakarta, seperti Depok, Bogor dan Bekasi tetap tinggi karena mobilitas manusia di wilayah itu yang juga tinggi.
Hasan pun mewanti-wanti agar ada pembatasan ketat setelah Lebaran. Dikhawatirkan ketika tren kasus positif di Jakarta menurun, masyarakat di daerah akan berdatangan ke Jakarta karena dianggap mulai reda.
"Kita juga khawatir pasca-Idul Fitri, ketika daerah lain sedang tinggi-tingginya, melihat Jakarta menurun, mereka kembali berbondong-bondong ke Jakarta. Wah ini bahaya, bisa naik lagi," kata alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini.
Editor: Zen Teguh