Pakar UGM: Narasi Politik Kubu Prabowo Lebih Menjual
JAKARTA, iNews.id – Menjelang dihelatnya Pemilu Presiden (Pilpres) 2019, para tokoh politik mulai mengeluarkan gagasan masing-masing. Pakar komunikasi dan marketing politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Nyarwi Ahmad, menilai narasi politik yang dikembangkan kubu Prabowo Subianto lebih menjual daripada narasi yang dikembangkan kubu Joko Widodo (Jokowi).
“Narasi politik yang dibangun di kubu (Prabowo) ini kian jelas. Poin-poin yang disampaikan khususnya dalam pertemuan antara SBY dan Prabowo menunjukkan narasi politik yang menjadi antitesis dari pihak petahana (Jokowi),” kata Nyarwi saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (1/8/2018).
Menurut dia, narasi yang ditampilkan Prabowo saat ini sebenarnya mirip dengan apa yang pernah disampaikan mantan panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (pangkostrad) itu di Pilpres 2014.
“Narasi populis juga. Yang membedakan adalah posisi aktor utama dalam hal ini Jokowi, Prabowo, dan SBY, serta dinamika yang terkait dengan politik identitas, khususnya di kalangan muslim perkotaan dan perkembangan kondisi ekonomi saat ini,” ujar Nyarwi.
Sebagai contoh, dalam konferensi pers di rumahnya dan juga di rumah Prabowo kemarin, SBY secara jelas membangun narasi politik yang menarget kelompok pemilih menengah bawah yang kehidupan ekonominya makin susah. SBY juga berusaha membangun narasi politik yang anti terhadap Islamofobia.
Narasi tersebut, menurut Nyarwi, jelas-jelas menarget pemilih muslim. Yang ditarget tidak hanya mereka yang bergabung dalam Gerakan 212, melainkan juga mereka yang tidak puas dengan gaya Jokowi dalam berkomunikasi dengan para ulama, khususnya di kalangan muslim perkotaan.
“Ini menjadi strategi komunikasi dan marketing politik yang cukup canggih,” tutur doktor bidang komunikasi dan marketing politik lulusan Universitas Bournemouth, Inggris, itu.
Nyarwi berpendapat, jika nanti hanya ada dua poros dan; kondisi parpol koalisi di dua kubu tersebut tidak berubah, serta; isu-isu yang berkembang di kalangan pemilih yang ditarget tidak banyak mengalami perubahan, maka kubu Jokowi perlu bekerja lebih keras lagi untuk dapat memenangkan Pilpres 2019.
“Sebagai nonpetahana, kubu pendukung Prabowo memiliki lebih banyak ruang untuk bermanuver. Mereka juga disatukan dengan semangat 2019 Ganti Presiden,” kata Nyarwi.
Menurut dia, meski tagar 2019 Ganti Presiden hanya sebatas wacana di kalangan kelas menengah, semangat yang dibangun oleh gerakan itu bisa melahirkan para relawan baru yang lebih solid dan berkekuatan besar sehingga bisa menggerus kerja-kerja mesin politik Jokowi dan para relawannya.
“Kubu Jokowi harus lebih serius dan punya cara-cara yang lebih inovatif dalam merespons perkembangan tersebut. Tanpa usaha-usaha semacam itu, peningkatan elektabilitas Jokowi akan berjalan lambat,” ujar dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM itu.
Editor: Ahmad Islamy Jamil