PBNU Kecam Stempel PWNU Riau Dipalsukan untuk Dukung Paslon Prabowo-Gibran
JAKARTA, iNews.id - PBNU mengecam keras tindakan Rusli Ahmad yang membuat surat dengan menggunakan kop surat dan stempel palsu atas nama Ketua PWNU Riau. Kepengurusan PWNU Riau sudah dibekukan sejak Desember 2023.
Rusli Ahmad sebelumnya Ketua PWNU Riau. Dia membuat surat undangan dengan stempel dan kop surat palsu, seolah-olah mewakili Ketua PWNU Riau.
PBNU telah menunjuk Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Sulaiman Tanjung sebagai pengurus sementara PWNU Riau sesuai keputusan rapat harian Syuriyah dan Tanfidziyah pada 16 Desember 2023.
Pada tanggal 7 Januari 2024, Rusli Ahmad membuat surat undangan palsu dengan nomor 009/PWNU-Riau/01/2023 yang hanya ditandatangani oleh Rusli. Dalam surat tersebut, Rusli mengundang pengurus PWNU dan kiai NU untuk menghadiri acara deklarasi pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang dijadwalkan pada Rabu, 10 Januari 2024.
"Surat undangan yang beredar dengan mengatasnamakan PWNU Riau yang ditanda tangani Rusli itu tidak sah. PBNU menganggap Rusli telah melakukan tindakan brutal karena masih mengatasnamakan Ketua PWNU Riau. Menandatangani surat sendirian dan menggunakan kop surat dan stempel palsu," ujar Wakil Ketua Umum PBNU, Amin Said Husni, Jumat (12/1/2024).
Amin menjelaskan Rusli tidak lagi menjabat sebagai Ketua PWNU Riau sejak KPU mengumumkan daftar calon tetap anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Amin menegaskan bahwa dalam konteks politik, NU memiliki panduan berpolitik yang telah ditetapkan dalam keputusan Muktamar NU ke-28 tahun 1989 di Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Panduan tersebut mencakup sembilan pedoman yang wajib diperhatikan oleh warga Nahdliyin yakni:
1. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama mengandung arti keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD 45.
2. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah politik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integrasi bangsa dengan langkah-langkah yang senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita Bersama. Yaitu terwujudnya masyarakat adil dan makmur lahir dan batin dan dilakukan sebagai amal ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan kehidupan di akhirat.
3. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa untuk menyadari hak, kewajiban dan tanggung jawab untuk mencapai kemaslahatan bersama.
4. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah di lakukan dengan moral, etika dan budaya yang berketuhanan Yang Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinggi persatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama, konstitusional, adil sesuai dengan peraturan dan norma-norma yg disepakati serta dapat mengembangkan mekanisme musyawarah dalam memecahkan masalah bersama.
6. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama dilakukan untuk memperkokoh konsensus-konsensus nasional, dan dilaksanakan sesuai dengan akhlaqul karimah sebagai pengamalan ajaran Islam Ahlussunnah wal jamaah .
7. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama dengan dalil apapun tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah persatuan.
8. Perbedaan pandangan di antara aspirasi-aspirasi politik warga Nahdlatul Ulama harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadhu' dan saling menghargai sama lain, sehingga dalam berpolitik itu tetap dijaga persatuan dan kesatuan di lingkungan Nahdlatul Ulama.
9. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal balik dalam pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk berserikat, menyalurkan aspirasi serta berpartisipasi dlm pembangunan.
Editor: Muhammad Fida Ul Haq