Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Ketua MPR Ungkap Peluang Amandemen UUD 1945 Masih Terbuka, tapi Tak Mudah
Advertisement . Scroll to see content

PDIP Ingin MPR Kembali Jadi Lembaga Tertinggi Negara

Minggu, 11 Agustus 2019 - 19:15:00 WIB
PDIP Ingin MPR Kembali Jadi Lembaga Tertinggi Negara
Ketua DPP Bidang Luar Negeri PDIP, Ahmad Basarah. (Foto: SINDO/Abdul Rochim)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id – Kongres V PDIP di Sanur Denpasar, Bali, pada 8-10 Agustus 2019 mengeluarkan sejumlah rekomendasi, terutama di bidang politik dan sistem ketatanegaraan. Salah satunya menyepakati perlunya dilakukan amendemen terbatas Undang-Undang Dasar 1945 untuk menetapkan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

Dengan adanya amendemen tersebut, MPR bisa memiliki kewenangan untuk menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyelenggaraan pemerintahan. Poin tersebut sebagai salah satu sikap politik yang dibacakan Ketua Umum PDIP Periode 2019-2024, Megawati Soekarnoputri, dalam pidato penutupan Kongres V PDIP, Sabtu (10/8/2019) kemarin.

Ketua DPP Bidang Luar Negeri PDIP, Ahmad Basarah mengatakan, konsep MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang diusulkan partainya tidak sama dengan zaman Orde Baru. Pada zaman Orde Baru, presiden berkedudukan sebagai mandataris MPR. Presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan juga dipilih oleh MPR.

“Jadi konsep yang diusulkan PDI Perjuangan adalah untuk memberikan kembali wewenang MPR untuk menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara untuk menyempurnakan kekurangan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai pengganti sistem GBHN yang ada di UUD dulu,” ujar Basarah kepada wartawan ditemui di Sanur, Denpasar, Minggu (11/8/2019).

Politikus yang juga wakil ketua MPR itu menjelaskan, pengertian mengusulkan kembali MPR untuk menetapkan GBHN itu tidak sama dengan menjadikan MPR sebagai lembaga yang memilih presiden dan menjadikan presiden sebagai mandataris MPR.

“Jadi presiden dalam konsep amendemen terbatas PDI Perjuangan itu tetap dipilih oleh rakyat. Tapi dalam hal menyusun visi-misi calon presiden dan calon wakil presiden, begitu juga turun ke bawah ke calon gubernur wakil gubernur, dia harus berpedoman pada roadmap pembangunan nasional yang telah ditetapkan oleh GBHN itu,” tuturnya.

Basarah mengatakan, langkah itu diambil karena Indonesia dinilai perlu memiliki kepastian hukum sehingga siapa pun presiden, gubernur, bupati atau wali kota yang menjabat, kesinambungan pembangunan nasional tetap terjaga. “Gak seperti sekarang, ganti presiden, ganti visi-misi, ganti program. Ganti gubernur, bupati, walikota, ganti visi misi, ganti program,” ucapnya.

Dengan adanya perubahan UUD 1945 lewat amendemen terbatas itu, diharapkan pembangunan di Indonesia lebih terukur progresnya karena setiap pemimpin yang baru selalu punya ego sektoral. “Apalagi kalau dari partai pengusung yang berbeda. Akhirnya yang dirugikan adalah rakyat karena embangunan bangsa Indonesia seakan-akan berjalan di tempat,” ujarnya.

Editor: Ahmad Islamy Jamil

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut