Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Bupati Ponorogo Kena OTT KPK Kasus Suap Jabatan, PDIP: Kami Hormati Proses Hukum
Advertisement . Scroll to see content

PDIP Sebut Kekuatan Oposisi Penting bagi Sistem Demokrasi

Sabtu, 29 Juni 2019 - 04:01:00 WIB
PDIP Sebut Kekuatan Oposisi Penting bagi Sistem Demokrasi
Politikus PDI Perjuangan Masinton Pasaribu (dua dari kiri) dalam diskusi politik di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (28/6/2019).
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id, – Kekuatan oposisi dalam sistem demokrasi sangat penting. Keberadaannya dibutuhkan untuk melakukan kontrol dan pengawasan terhadap pemerintah. Dengan demikian potensi munculnya kesewenangan penguasa bisa diminimalisir.

Tidak hanya itu, keberadaan kelompok oposisi di lembaga legislatif juga vital karena akan menghindarkan munculnya anggapan bahwa DPR hanya berfungsi sebagai stempel.

"Karena itu, kekuatan opsisi di DPR sangat penting dan dibutuhkan agar fungsi pengawasan lembaga legislatif bisa benar-benar berjalan sesuai harapan," ujar politikus PDI Perjuangan Masinton Pasaribu saat Dialog Empat Pilar bertajuk "Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Bangsa Pasca Kontestasi Politik 2019" di Media Center MPR/DPR/DPD, Jumat (28/6/2019).

Masinton mengatakan, selesainya sidang sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi akhir dari perjalanan panjang pemilu 2019. Kini, semua pihak harus menurunkan suhu politik dan merajut kembali persatuan akibat polarisasi selama berlangsungnya kontestasi pemilu.

Salah satu cara yang bisa ditempuh oleh pemenang untuk menghilangkan konflik berkepanjangan yakni pembagian kekuasaan.

"Ini penting, karena sesungguhnya Indonesia ini sangat majemuk sehingga tidak bisa diatur dengan cara menang-menangan, tetapi harus ada power sharing," kata dia.

Pendapat serupa disampaikan Wakil Ketua Fraksi PPP MPR Syaifullah Tamliha. Politikus asal Kalimantan Selatan ini mengharapkan elite politik ikut berkontribusi menjalin persatuan dan kesatuan. Dengan demikian, perpecahan yang sempat terjadi selama kontestasi pemilu bisa akur kembali.

“Negara yang majemuk seperti Indonesia membutuhkan pemimpin yang kuat, didukung seluruh rakyatnya. Sejarah membuktikan, Irak yang hanya terdiri dari tiga kelompok, yaitu Kurdi, Suni dan Syiah hancur setelah Sadam lengser. Karena itu, kita butuh Presiden yang baru terpilih mendapat dukungan dari seluruh rakyat,” kata Syaifullah.

Melihat resistensi yang terjadi selama proses pemilu, menurut Syaifullah, MPR perlu membuka peluang pembahasan rumusan masa jabatan presiden. Daripada memakai masa jabatan selama lima tahun dan setelah itu bisa dipilih kembali, lebih baik masa jabatan presiden hanya sekali selama 8 tahun.

Editor: Zen Teguh

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut