Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Jadi Pusat Pertumbuhan Fintech, Indonesia Hadir dalam Konferensi Financial Technology di Hong Kong
Advertisement . Scroll to see content

Peluang dan Tantangan Pembayaran Digital

Selasa, 18 Februari 2020 - 19:47:00 WIB
Peluang dan Tantangan Pembayaran Digital
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara Wahyu Ario Pratomo.
Advertisement . Scroll to see content

Wahyu Ario Pratomo
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

EFEKTIVITAS dan kelancaran perekonomian suatu negara sangat dipengaruhi oleh sistem pembayaran yang dimiliki negara tersebut. Selama ini, masyarakat sehari-hari, terbiasa dengan menggunakan uang tunai dalam bertransaksi. Sedangkan untuk transaksi bisnis sering menggunakan cek, giro, transfer dan lain-lain.

Secara keseluruhan, media yang digunakan sebagai alat pembayaran dalam sistem pembayaran dapat dikelompokkan dua bagian, yaitu alat pembayaran tunai dan alat pembayaran nontunai. Alat pembayaran tunai diwujudkan dalam bentuk fisik terdiri atas uang kertas dan uang logam.

Sementara itu, alat pembayaran nontunai berbentuk transfer dana elektronik dan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK). Alat pembayaran nontunai muncul untuk memenuhi kebutuhan pada alat pembayaran yang lebih besar, cepat dan efisien.

Penggunaan alat pembayaran nontunai saat ini mengalami peningkatan baik dari sisi nominal maupun volume transaksi. Perkembangan tersebut didukung oleh perkembangan teknologi komunikasi dan informatika yang sangat pesat sehingga menciptakan berbagai inovasi yang memudahkan masyarakat dalam melakukan transaksi sistem pembayaran secara elektronik.

Dukungan terhadap penggunaan alat pembayaran nontunai dimulai sejak tanggal 14 Agustus 2014, ketika Bank Indonesia secara resmi mencanangkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Gerakan ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen nontunai.

Dalam perjalannya, penggunakan uang elektronik di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat. Tahun 2014, ketika GNNT dicanangkan, nilai transaksi dengan menggunakan uang elektronik mencapai Rp3,32 triliun. Pada 2019, nilai transaksi mencapai Rp16,97 triliun (BI, 2020) atau tumbuh mencapai 411,10 persen selama 5 tahun.

Peluang keuangan digital di Indonesia sangat besar di mana penggunaan uang kertas akan semakin minim di tengah pesatnya perkembangan instrumen pembayaran digital. Penerapan transaksi nontunai terus berkembang sebagai konsekuensi logis generasi milenial Indonesia yang lebih menyukai transaksi secara efisien, cepat, dan mudah. Kehadiran uang elektronik menjadi sebuah kebutuhan, mengingat komposisi demografi Indonesia saat ini didominasi generasi Y dan Z.

Berdasarkan kondisi tersebut, Indonesia dinilai sangat berpotensi untuk mengembangkan sistem pembayaran secara massal berbasis nontunai. Penggunaan alat pembayaran nontunai juga mendorong pertumbuhan inklusi dan literasi keuangan. Setidaknya, dapat meningkatkan jumlah pemilik rekening di Bank, khususnya generasi muda dan pelaku UMKM.

Tantangan Pembayaran Digital

Saat ini, instrumen pembayaran secara digital sedang tumbuh di banyak negara, termasuk di Indonesia. Penggunaan uang digital dalam sistem pembayaran telah memberikan peranan penting bagi kemudahan dan peningkatan dalam transaksi ekonomi. Peningkatan tersebut direspons oleh pasar melalui antusias pelaku industri keuangan untuk menerbitkan alat pembayaran elektronik.

Sampai 2019, Bank Indonesia telah memberikan izin bagi 42 perusahaan yang menerbitkan uang elektronik. Pesatnya pertumbuhan jumlah penerbit uang elektronik menandakan potensi pasar Indonesia yang cukup besar dan masyarakat sangat membutuhkan sistem pembayaran yang cepat, efisien, dan kekinian.

Untuk mewujudkan kemajuan arus ekonomi digital yang kondusif, Bank Indonesia telah menerbitkan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025. Bank Indonesia telah menyusun visi dan peta jalan (roadmap) yang menjadi dasar kebijakan yang akan ditempuh Bank Indonesia dalam 5 tahun ke depan.

Dalam pengimplementasian cetak biru sistem pembayaran tersebut, beberapa poin penting yang perlu mendapat pertimbangan didalam pengembangan sistem pembayaran digital di Indonesia.

Pertama, sistem pembayaran nontunai memiliki ketergantungan pada sistem jaringan komunikasi yang andal. Apabila terjadi gangguan pada sistem pembayaran nontunai maka transaksi akan mengalami gangguan yang berdampak terhadap gagalnya transaksi, ketidakpastian keberhasilan transaksi bahkan sampai duplikasi transaksi.

Kegagalan tersebut dapat menimbulkan efek ketidakpercayaan bagi konsumen terhadap kehandalan sistem pembayaran digital. Kedua, walaupun perkembangan teknologi yang demikian pesat, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang masih memilih melakukan pembayaran dengan menggunakan uang tunai.

Kondisi ini didorong oleh budaya dan latar belakang masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih belum terjamah dengan produk-produk perbankan bahkan ada yang merasa tidak nyaman dengan teknologi pembayaran yang sarat akan isu keamanan, dan menjadikan uang tunai sebagai primadona dalam setiap kegiatan transaksi pembayaran.

Ketiga, terkait dengan peningkatan keyakinan masyarakat untuk menggunakan uang nontunai maka perlu adanya jaminan terhadap perlindungan konsumen. Seluruh penyedia jasa sistem pembayaran harus memberikan kepastian bagi konsumen dalam menerima informasi yang benar mengenai manfaat dan risiko serta biaya dari penggunaan uang digital.

Keempat, transaksi tunai memiliki kemudahan karena dapat dilakukan di seluruh outlet perniagaan tanpa biaya tambahan. Dalam beberapa transaksi nontunai, sering kali outlet perniagaan mengenakan biaya transaksi. Untuk mengisi saldo rekening uang digital, dijumpai operator yang mengenakan biaya penambahannya.

Kelima, pemahaman terhadap aplikasi pembayaran digital yang berbeda antar operator dapat menimbulkan kebingungan bagi pengguna, khususnya bagi kelompok masyarakat yang masih sulit beradaptasi dengan teknologi. Berbeda dengan uang tunai yang sangat mudah menggunakannya, maka penggunaan uang digital mensyaratkan pengguna memiliki media (handphone, kartu, aplikasi, dan lain-lain) agar dapat bertransaksi.

Memasyarakatkan Pembayaran Digital

Alat pembayaran digital atau nontunai memiliki peran strategis dalam perekonomian. Sistem pembayaran yang lebih mudah akan mendorong volume transaksi menjadi lebih tinggi dan berkontribusi besar dalam penciptaan lapangan kerja. Penerapan Revolusi Industri 4.0 memberikan manfaat dalam wujud kecepatan transaksi, efisien dan kekinian.

Bank Indonesia dapat mengurangi biaya yang cukup besar yang selama ini dibelanjakan untuk menyediakan alat pembayaran tunai. Sehubungan dengan itu, Bank Indonesia dapat menggunakan penghematan tersebut untuk membangun Sistem Pembayaran Digital yang lebih kokoh untuk mendorong kesuksesan sistem pembayaran yang lebih lancar dan melindungi konsumen.

Saat ini Bank Indonesia telah menyusun Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 yang menjadi landasan memperkuat sistem pembayaran di Indonesia dan melindungi kepentingan seluruh bangsa Indonesia.

Penetapan BSPI 2025, telah selaras dengan UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 3 yang menyatakan “Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.”

Bank Indonesia perlu membangun infrastruktur sistem pembayaran yang memberikan kemudahan dan biaya efisien bagi seluruh perbankan dan fintech yang telah resmi beroperasi untuk bisa saling terkoneksi. Dengan demikian tidak terjadi konsentrasi pasar yang mengarah ke pasar oligopoli pada perbankan besar yang memiliki kekuatan finansial untuk membangun sistem informasinya.

Agar rancangan pembayaran nontunai semakin luas dipahami dan digunakan dalam transaksi ekonomi di Indonesia, maka Bank Indonesia pada tahap berikutnya perlu melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Di samping itu, perlu kerja sama dengan pemerintah untuk menyediakan infrastruktur yang cukup, stabil, dipercaya, dan aman.

Membangun kepercayaan dan mengubah sikap atau kebiasaan yang telah lama berkembang di masyarakat yang terbiasa dengan transaksi tunai, memerlukan upaya keras. Apalagi bila ada biaya tambahan yang diberikan kepada pengguna dalam menambah saldo uang digitalnya, akan berdampak masyarakat enggan untuk menggunakannya.

Membangun komunikasi dan edukasi yang instens, serta memberi insentif, mungkin dapat menjadi alternatif untuk mengubah kebiasaan. Insentif yang diberikan dapat berupa potongan harga atau biaya yang rendah terhadap produk/jasa yang ditawarkan seperti yang telah dilakukan beberapa operator uang digital terbukti efektif mendorong transaksi dengan uang digital. Apalagi jika disertai pembebasan biaya atas pengisian ulang (top up) atas saldo rekening uang digital.

Editor: Zen Teguh

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut