Pendiri Jamaah Islamiyah Abu Rusydan Ikrar Setia ke NKRI, Cium Bendera Merah Putih
SEMARANG, iNews.id - Narapidana terorisme (napiter) Abu Rusydan alias Thoriquddin, pendiri Jamaah Islamiyah (JI) secara resmi menyatakan ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Rabu (23/7/2025). Momen sakral ini berlangsung di Aula Merdeka Lapas Kelas I Semarang.
Ikrar ini dilakukan di hadapan rohaniwan, perwakilan Kemenag, TNI, Polri, serta pejabat dari Ditjenpas Kemenkumham. Dia kemudian mencium bendera merah putih sebagai simbol kembali ke pangkuan NKRI.
Abu Rusydan, pria 65 tahun yang sempat menjadi simbol jaringan JI menyampaikan penyesalan atas perbuatannya di masa lalu.
Kepala Bidang Pembimbing Kemasyarakatan Kanwil Ditjenpas Jateng Muhamad Susanni, mengatakan ikrar ini adalah momen penting dalam proses rekonsiliasi dan pemulihan.
“Saya menyampaikan apresiasi dan penghormatan setinggi-tingginya kepada warga binaan yang telah dengan kesadaran penuh menyatakan ikrar setia. Ini adalah langkah awal menuju rekonsiliasi, pemulihan dan reintegrasi ke tengah masyarakat," ujarnya, Rabu (23/7/2025).
Menurut Susanni, negara terbuka bagi siapa saja yang ingin kembali ke jalan damai dan berkontribusi bagi Tanah Air.
Kepala Bagian Tata Usaha Lapas Semarang Mardiati Ningsih menambahkan, Abu Rusydan merupakan residivis yang pernah di penjara pada tahun 2003.
Sebelum ditahan di Lapas Semarang, dia sempat mendekam di Rutan Depok. Dia kemudian dipindahkan dan mengikuti program deradikalisasi atas permintaan resmi dari Ditjenpas.
Selama hampir 4 tahun menjalani pidana, dia aktif mengikuti pembinaan kepribadian dan menyatakan siap meninggalkan jalan kekerasan.
Abu Rusydan tidak hanya menyatakan ikrar setia NKRI, tetapi juga menyampaikan permintaan maaf kepada para korban atas tindakan masa lalunya dan kelompok JI.
Selama di Lapas Semarang, dia menunjukkan perubahan sikap dan niat tulus untuk kembali menjadi warga negara yang taat hukum.
Hingga kini, dia telah menjalani pidana selama 3 tahun 10 bulan, menjadi bagian penting dari proses panjang deradikalisasi narapidana teroris di Indonesia.
Editor: Donald Karouw