Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Pengamat Ungkap Penyebab Stok Beras Langka hingga Harga Melonjak
Advertisement . Scroll to see content

Pengamat Prediksi Harga Beras Terus Naik Sepanjang 2025, Ini Penyebabnya

Selasa, 26 Agustus 2025 - 16:20:00 WIB
Pengamat Prediksi Harga Beras Terus Naik Sepanjang 2025, Ini Penyebabnya
Ilustrasi beras. (Foto: Istimewa)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Pakar pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa memprediksi kenaikan harga beras akan terus terjadi sepanjang 2025. Sebab, produksi beras konsumsi dalam negeri pada 2025 menjadi yang terendah selama tiga tahun terakhir. 

Dwi memaparkan, produksi beras konsumsi tahun ini diperkirakan hanya mencapai 33,9 juta ton. Sebagai perbandingan, ketersediaan beras mencapai 34,14 juta ton pada 2023 yang terdiri dari produksi 31,1 juta ton dan impor 3,06 juta ton. Sementara pada 2024, meskipun produksi menurun menjadi 30,62 juta ton, tambahan impor sebesar 4,5 juta ton membuat ketersediaan meningkat menjadi 35,12 juta ton.

"Kalau penghitungan saya betul, maka ketersediaan beras untuk konsumsi tahun ini terendah selama 3 tahun terakhir menjadi hanya 33,9 juta ton," kata Dwi dalam diskusi publik bersama Ombudsman, Selasa (26/8/2025).

Dia mengatakan, produksi beras yang rendah itu dapat berdampak pada kenaikan harga.

"Sehingga kalau penghitungan saya betul maka pasti akan ada masalah terkait harga," tutur dia.

Dwi menekankan pentingnya reformasi tata kelola pangan nasional dengan mengedepankan empat prinsip utama atau golden rule. 

Pertama, kebijakan pangan harus berbasis pada data dan fakta. Dia menilai jika kebijakan tidak berbasis fakta, maka hasilnya akan berantakan dan banyak pihak akan dirugikan.

Kedua, pemerintah harus hati-hati dalam menafsirkan sinyal harga. Kenaikan harga yang terjadi seharusnya tidak serta-merta menjadi alasan untuk menyalahkan sistem distribusi atau pelaku pasar. 

Ketiga, perlu menghentikan intervensi terhadap lembaga penyimpanan cadangan pangan seperti Bulog.

"Kalau di luar negeri, lembaga yang menyimpan cadangan pangan pemerintah itu seharusnya bebas intervensi dari pihak mana pun. Jadi dalam hal ini Bulog di Indonesia, harus bebas intervensi. Bulog bisa menyelenggarakan in-out dengan baik, sekarang Bulog menghadapi persoalan besar dalam stok. Karena terlalu banyak pihak yang mencampuri urusan Bulog," ujarnya.

Terakhir, dia mengingatkan pemerintah seharusnya hanya menguasai sekitar 10 persen dari total produksi beras nasional. Menurutnya, saat ini pemerintah memaksakan untuk menyerap lebih banyak, bahkan sampai melampaui jumlah tersebut. 

Dia juga menekankan pentingnya kerja sama dengan sektor swasta dalam menjaga stabilitas pasokan dan harga.

"Pada situasi seperti itu dalam golden rule tata kelola pangan maka menjadi suatu kewajiban harmonisasi antara pemerintah dan swasta harus diluruskan, saling curiga dan konflik antara pemerintah dan swasta harus betul-betul dikurangi dalam kondisi seperti sekarang ini. Supaya tata kelola pangan ini menjadi membaik," tutur dia.

Editor: Rizky Agustian

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut