Perang Bisa Terjadi Kapan Saja, Pengamat: Langkah Tepat RI Siapkan Komcad di Masa Damai
JAKARTA, iNews.id - Pengamat militer Nuning Kertopati menilai langkah pemerintah Indonesia sudah tepat dengan menyiapkan komponen cadangan (Komcad) sejak dini di masa damai. Komcad sewaktu-waktu dapat dimobilisasi oleh negara untuk memperbesar dan memperkuat kekuatan TNI mengingat perang bisa terjadi kapan saja.
Hal ini berkaca dari konflik Ukraina-Rusia, di mana Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah resmi menekan dekret mobilisasi Komcad militer untuk menghadapi Rusia. Dengan berlakunya dekret ini, Komcad militer yang berisikan masyarakat sipil berusia 18-60 tahun bisa dipanggil untuk memperkuat militer selama satu tahun ke depan.
“Tentu saja sudah tepat Indonesia memiliki Komcad. Terlebih (Komcad) juga merupakan amanat UU,” kata Nuning saat dihubungi di Jakarta, Kamis (24/2/2022).
Presiden Joko Widodo pada 7 Oktober 2021 telah menetapkan 3.101 personel Komcad di Pusdiklatpassus Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat setelah melaksanakan latihan dasar kemiliteran selama tiga bulan.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pada Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan 2022, Januari lalu menyatakan bahwa pembentukan Komcad program 2021 akan dilanjutkan pada tahun ini mengingat dinamika lingkungan strategis baik global, regional, maupun nasional yang kompleks dan berpotensi memunculkan ancaman militer.
Di Indonesia, Komcad merupakan salah satu program sukarela (tidak wajib) yang diamanatkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN), yang menyatakan bahwa Komcad sebagai salah satu usaha pertahanan negara, dapat dikerahkan untuk menanggapi tidak hanya ancaman militer tapi juga ancaman non-militer dan ancaman hibrida.
Perekrutan Komcad dilakukan dalam rangka mempersiapkan cadangan SDM yang terlatih untuk membantu komponen utama pertahanan negara, yaitu TNI agar ketika suatu saat ada ancaman perang, komponen masyarakat sudah siap dan terlatih.
Apa yang terjadi di dunia saat ini menandakan pentingnya negara memiliki sistem pertahanan yang baik, di mana kekuatan militer yang memadai akan menjamin negara-negara lain untuk menghormati negara yang bersangkutan serta tidak berupaya untuk melakukan penyerangan.
Menhan Prabowo pada November 2019 lalu saat melaksanakan rapat pertama dengan DPR Komisi I mengutip Vegetius, seorang pakar militer romawi yang mengatakan “si vis pacem, para bellum,” yang berarti berharap damai maka harus bersiaga perang.
“Tanpa suatu perdamaian tidak akan ada stabilitas, tanpa stabilitas tidak akan ada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Tanpa adanya pertumbuhan dan pembangunan ekonomi tidak akan ada kemakmuran,” ujar Prabowo pada rapat tersebut.
Terkait Rusia dan Ukraina, Nuning mengingatkan beberapa hal yang patut diwaspadai oleh Indonesia. Pertama, dampak perang bagi perekonomian.
Menurut Nuning, sejumlah langkah strategis harus disiapkan secara matang untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk.
“Misalnya harga pangan impor naik diikuti kenaiakan barang lokal, biaya logistik, harga BBM - karena lonjakan harga minyak tak dapat dihindari,” tuturnya.
Selain itu, Indonesia juga perlu mewaspadai kemungkinan negara tertentu mengambil kesempatan ketika dunia internasional sibuk menghadapi Rusia.
“Gelar operasi militer di Laut Natuna Utara harus tetap dilaksanakan. Jangan sampai terjadi serangan mendadak yang dapat merugikan pertahanan Indonesia,” katanya.
Editor: Muhammad Fida Ul Haq