Perpecahan Internal Jadi Pembahasan di Rakernas Partai Golkar
JAKARTA, iNews.id - Partai Golkar tidak menampik seringnya terjadi perpecahan internal di Partai Golkar ikut menggerus suara partai berlambang pohon beringin tersebut. Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto melakukan evaluasi secara menyeluruh untuk kembali bangkit pada Pemilu 2019 mendatang.
Kerasnya dinamika partai di internal Golkar tersebut menjadi pembahasan serius dalam rapat kerja nasional (rakernas) yang digelar selama dua hari di Hotel Sultan, Jakarta, 22-23 Maret 2018. Selain melibatkan tokoh senior sebagai pembicara, Golkar juga mengundang dua peneliti lembaga survei yakni Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari dan Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya.
Keduanya memberikan masukan bahwa selama ini, suara Partai Golkar tergerus akibat konflik internal yang akhirnya melahirkan partai baru, baik secara langsung atau tidak langsung. Karenanya, Golkar disarankan agar membuat strategi untuk menarik kembali suara pemilih eksodus. Qodari dan Yunarto bahkan menyebut pada 2009 lalu, Golkar sempat mengalami perpecahan dan suaranya berpindah ke Partai Hanura dan Partai Gerindra.
Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono mengakui suara Golkar memang menurun akibat konflik internal Golkar. Namun, faktor tersebut bukan indikator tunggal sulitnya merebut kembali suara pemilh. Menurut dia, tantangan Golkar terbagi dua yakni eksternal dan internal. Kata dia, ada beberapa tantangan eksternal yang benar-benar harus diperhatikan oleh seluruh kader partai berlambang pohon beringin tersebut.
"Keberadaan partai-partai lama yang merupakan pecahan dari Partai Golkar seperti Partai Hanura, Gerindra, dan Nasdem. Partai-partai tersebut menjadi tantangan Partai Golkar untuk mengambil hati rakyat," kata Agung Laksono saat memberikan pengarahan dalam Rakernas Golkar di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (23/3/2018).
Bahkan, menurut dia, kemunculan partai politik baru juga berpotensi menggerus suara Golkar. Dia mengakui, potensi bagi parpol baru tersebut jelas menjadi ancaman bagi Golkar. Terlebih lagi, citra partai tercoreng oleh banyaknya fungsionaris yang terjerat kasus hukum. Belum lagi beberapa kader Golkar di daerah yang menjadi tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Citra buruk Partai Golkar muncul akibat beberapa fungsionarisnya terlibat masalah hukum," kata mantan Ketua DPR ini.
Faktor eksternal lainnya, Golkar juga akan menanggung efek negatif sebagai partai pendukung jika pemerintah lemah dan tidak berhasil. Golkar sebagai pendukung pemerintah ikut menanggung kegagalannya. Namun, jika pemerintah berhasil, masyarakat akan menganggap bukan karena Partai Golkar.
Terkait tantangan internal, Agung Laksono menyebutkan sistem kaderisasi jalan di tempat sejak 2009 lalu hingga sekarang. Karenanya, dia menekankan agar pengurus menyinergikan dan menyinkronkan semua kegiatan DPP, lembaga, badan, dan institusi lainnya di partai.
"Kaderisasi partai yang berjalan lambat sejak 2009 dan sejak 2014 hingga sekarang praktis tidak berjalan dan dapat menimbulkan krisis kader di masa depan," katanya.
Editor: Azhar Azis