Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Viral Mal Legendaris Kota Cirebon Akan Tutup Operasi
Advertisement . Scroll to see content

Ramai Fenomena Rojali di Mal, Pengamat Singgung Tekanan Ekonomi Kelas Menengah

Sabtu, 26 Juli 2025 - 15:47:00 WIB
Ramai Fenomena Rojali di Mal, Pengamat Singgung Tekanan Ekonomi Kelas Menengah
Pengunjung memadati mal. (Foto: iNews.id)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Fenomena Rojali atau rombongan jarang beli tengah menjadi perbincangan. Mereka berkunjung ke pusat perbelanjaan atau mal untuk sekadar jalan-jalan tanpa banyak berbelanja.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menjelaskan fenomena ini sudah ada sejak lama, terutama pasca-pandemi Covid-19.

"Fenomena Rojali ya, orang-orang yang cuman belanja makanan, nongkrong tanpa menghabiskan uang untuk membeli barang-barang yang ada di pusat perbelanjaan seperti mal, ini sebenarnya fenomena yang sudah cukup lama ya," ujar Bhima kepada iNews.id, Sabtu (26/7/2025).

Menurut Bhima, banyak masyarakat kelas menengah yang jumlahnya semakin menurun dan terimpit oleh berbagai biaya hidup, termasuk inflasi bahan pangan dan perumahan, serta tingginya suku bunga.

Mereka juga kerap terjebak pada cicilan utang. Sementara pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposable income) cenderung menurun.

"Artinya kelas menengah ini ya akhirnya mereka belanja untuk sekadar rekreasi, sekadar untuk refreshing," lanjut Bhima.

Dia menjelaskan mal yang banyak menyediakan kebutuhan sekunder dan tersier seperti barang-barang mewah, menjadi tempat bagi mereka untuk cuci mata atau sekadar mencari hiburan, tanpa melakukan pembelian besar. Konsumen kini lebih fokus pada kebutuhan pokok.

Selain tekanan biaya hidup, Bhima juga menyoroti peran e-commerce dalam mengubah perilaku konsumen.

"Ada juga sebagian alasan lainnya karena mereka membeli beberapa barang sekunder maupun tersier itu di toko online. Dengan diskon ongkos kirim dan promo-promo yang tidak ditawarkan oleh mal misalnya," ungkapnya.

Dia menilai fenomena Rojali ini diperkirakan akan bersifat jangka panjang tanpa tanda-tanda pemulihan dalam waktu dekat. Hal ini menuntut pusat perbelanjaan untuk beradaptasi.

"Pusat perbelanjaan lah yang harus melakukan penyesuaian dengan menggeser yang tadinya banyak menyediakan gerai baju, gerai-gerai yang terkait dengan kebutuhan sekunder. Sekarang banyak yang bergeser menjadi pusat F&B, pusat makanan minuman, kemudian rekreasi keluarga. Itu yang sekarang diminati," jelas Bhima.

Dia menambahkan mal-mal lama yang berhasil mengubah konsep ini mampu bertahan dengan tetap menopang pendapatan dari pengeluaran konsumen untuk rekreasi. Bhima memperkirakan fenomena ini akan berlanjut hingga tahun depan, sejalan dengan adanya perang dagang yang dapat memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor padat karya.

"Kemudian juga daya beli masyarakat yang memang sedang lesu. Ini akan membuat situasinya terjadi," katanya.

Dia menyebutkan faktor lain yang turut berkontribusi adalah efisiensi belanja pemerintah, yang secara tidak langsung ikut mengurangi dompet kelas menengah.

"Sehingga mereka berpikir ulang untuk melakukan belanja barang-barang di luar barang-barang yang esensial," tutup Bhima.

Sebelumnya, Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono memberikan pandangannya terkait relevansi fenomena ini dengan data kemiskinan yang dirilis BPS.

"Dengan Rojali atau rombongan jarang beli yang akhir-akhir ini kan di berita media cukup diangkat ya teman-teman media semuanya ke pusat perbelanjaan namun tidak membeli apapun imbas pembelian daya belinya," ujar Ateng dalam konferensi pers Rilis BPS, Jumat (25/7/2025).

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2025, Ateng mengungkapkan bahwa kelompok masyarakat kelas atas memang menunjukkan perilaku menahan konsumsi.

"Nah berdasarkan data Susenas 2025 ya kelompok atas memang agak menahan konsumsinya. Ini kita amati dari Susenas ya," katanya.

Namun, Ateng menegaskan bahwa fenomena ini tidak serta-merta berpengaruh pada angka kemiskinan secara keseluruhan, karena kelompok yang menahan konsumsi adalah dari segmen atas.

"Namun ini tentu tidak serta-merta berpengaruh ke angka kemiskinan karena kan itu kelompok atas saja. Fenomena Rojali memang belum tentu ya teman-teman mencerminkan tentang kemiskinan," tegasnya.

Editor: Rizky Agustian

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut