Respons Istana soal Pernyataan Fadli Zon terkait Pemerkosaan Massal 1998
JAKARTA, iNews.id - Istana merespons pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon soal tidak terdapat bukti pemerkosaan massal yang terjadi pada 1998. Pernyataan itu pun dikritik banyak pihak.
Hasan meminta semua pihak tidak terburu-buru mengambil kesimpulan. Dia juga meminta publik memberikan ruang bagi sejarawan untuk menyusun sejarah secara objektif.
“Dalam konteks hal yang sedang disusun oleh Kementerian Kebudayaan, mari kita sama-sama beri waktu para sejarawan untuk menuliskan,” kata Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi di Kantor PCO, Jakarta, Senin (16/6/2025).
Dia menyebutkan terlalu banyak spekulasi yang berkembang di masyarakat terkait isu ini. Dia menegaskan pentingnya proses penulisan sejarah dilakukan oleh ahli yang kompeten dan kredibel.
“Toh yang menulis ini adalah para sejarawan yang juga kredibel, punya kredibilitas tinggi dan mereka tentu tidak akan mengorbankan kredibilitas mereka ya untuk hal-hal yang tidak perlu,” tutur dia.
Hasan juga menekankan para sejarawan yang terlibat dalam proyek ini memiliki integritas tinggi dan tidak akan mengorbankan kredibilitasnya demi kepentingan tertentu.
“Jadi kekhawatiran-kekhawatiran semacam ini mungkin bisa jadi diskusi tapi jangan divonis macam-macam dulu. Lihat saja dulu ya pekerjaan yang sedang dilakukan oleh para ahli sejarah dalam menulis sejarah Indonesia,” kata Hasan
Hasan menegaskan bahwa ini bukan upaya menulis ulang sejarah, melainkan melanjutkan penulisan sejarah nasional yang sudah lama terhenti.
“Ini bukan menulis ulang tapi melanjutkan menulis sejarah Indonesia karena mungkin terakhir sejarah Indonesia ditulis tahun berapa? Tahun 98, tahun 97-98 dan dari 98 ke sini tidak tidak ditulis lagi,” pungkasnya.
Sebelumnya, Fadli Zon memberikan penjelasan usai dikritik lantaran menyatakan tidak terdapat bukti pemerkosaan massal yang terjadi pada 1998.
Dia mengatakan laporan tim gabungan pencari fakta (TGPF) yang dibentuk pemerintah hanya menyebut angka. Laporan itu tanpa didukung data pendukung terkait nama, waktu, peristiwa, tempat kejadian, atau pun pelaku.
"Di sinilah perlu kehati-hatian dan ketelitian karena menyangkut kebenaran dan nama baik bangsa. Jangan sampai kita mempermalukan nama bangsa sendiri," ujar Fadli dalam unggahan akun X @fadlizon, Senin (16/6/2025).
Fadli mengutuk sekaligus mengecam keras perundungan dan kekerasan seksual terhadap perempuan, baik yang terjadi di masa lalu maupun saat ini. Dia menyebut pernyataannya soal pemerkosaan massal 1998 tidak menyangkal atau pun mengesampingkan penderitaan korban tragedi Mei 1998.
"Sebaliknya, segala bentuk kekerasan dan perundungan seksual terhadap perempuan adalah pelanggaran terhadap nilai kemanusiaan paling mendasar, dan harus menjadi perhatian serius setiap pemangku kepentingan," kata dia.
Editor: Rizky Agustian