Said Aqil hingga Anggia Ermarini Respons Isu Kebebasan Beragama di Dunia
JAKARTA, iNews.id - Kebebasan beragama dan sikap saling menghargai antarumat menjadi salah satu pesan dalam Konferensi Islam Internasional dan Kebebasan Beragama ke-7 yang dihelat di Jakarta. Konferensi dihadiri para pembicara dari berbagai dunia.
Konferensi ini mengusung tema "The Islamic Case for Religious Freedom". Konferensi terselenggara atas kerja sama PP Fatayat NU dengan The International Institute of Advanced Islamic Studies (IAIS) Malaysia dan The Religious Freedom Institute (RFI) Amerika Serikat.
Dari Indonesia, hadir sebagai narasumber antara lain Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Imam Besar Masjid Istiqlal KH Nasarudin Umar, Ketua Umum PP Fatayat NU Anggia Ermarini, dan Syamsul Asri dari ICRS UGM.
Anggia menuturkan, kebebasan beragama sudah berlangsung lama di Indonesia sejak Pancasila menjadi kesepakatan bersama dalam berbangsa. Hal ini menjadi salah satu sendi kehidupan bermasyarakat.
"Nilai-nilai Pancasila dan moderasi Islam yang mengakomodasi budaya, menjadi bukti bahwa bangsa kita tidak alergi dengan kebebasan beragama," ujar Anggia di Jakarta, Senin (11/11/2019).
Dia menuturkan, Fatayat NU dalam usianya hampir 70 tahun telah mendorong kebebasan beragama melalui isu-isu perempuan. Fatayat bekerja sama sangat erat dengan perempuan lintas agama, juga minoritas seperti ahmadiyah dan syiah dalam isu kesehatan, keadilan gender, dan isu sosial lainnya.
“Kebebasan beragama, berekspresi dalam beragama itu sudah diatur dalam UUD 1945, juga dalam Alquran dan dalam nilai-nilai ke-NU-an; tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), ta’adul (berkeadilan),” kata anggota DPR dari Fraksi PKB ini.
Konferensi Internasional Islam dihadiri oleh tidak hanya para akademisi, tetapi juga praktisi dari seluruh dunia ini akan membahas isu-isu kebebasan beragama dari berbagai negara.
"Kami berharap kita bisa maksimal berdiskusi, belajar dari pengalaman para pakar dan praktisi dari seluruh penjuru dunia terkait praktik kebebasan beragam," kata Anggia.
Konferensi digelar selama dua hari penuh, 11-12 November 2019 di Jakarta dengan menghadirkan para pembicara dari berbagai negara. Mereka antara lain Mohamed Azam Mohamed Adil (Malaysia), Ali Hassannia (Iran), Fida Ur Rahman dan Sumaira Batool (Pakistan), Amel Azzouz (Tunisia), Azeemah Saleem (India), AKM Iftekharul Islam (Bangladesh), dan masih banyak lagi.
Menurut Said Aqil, tidak ada istilah 'umat Islam' dalam Alquran. Yang ada adalah 'ummatan wasathon".
”Nabi Muhammad SAW membangun Madinah juga bukan atas dasar agama maupun etnis. Karena itu, sangat berbahaya orang yang membela Islam dengan cara yang salah. Bahkan lebih berbahaya daripada orang yang memusuhi Islam," ujar Said.
Terkait Ahmadiyah, Said menekankan agar ada keterbukaan dari kalangan Ahmadiyah. "Kita bisa salat di masjid Ahmadiyah, begitu juga sebaliknya. Selama ini kita melihat Ahmadiyah masih tertutup. Saya tidak membahas teologi, tapi mari saling mu'asyaroh bil ma'ruf," ucapnya.
Sedangkan merespon isu pemurtadan, pimpinan puncak ormas Islam terbesar dunia ini mengatakan jika orang pindah agama secara individual tidak jadi soal. "Yang bermasalah itu kalau sudah menjadi gerakan, seperti yang pernah terjadi di era Abu Bakar As-Shiddiq," tuturnya.
Editor: Zen Teguh