Sejarah Perjalanan Wayang di Indonesia, Warisan Budaya yang Mendunia
JAKARTA, iNews.id - Wayang merupakan kebudayaan Indonesia yang telah diakui UNESCO sebagai World Master Piece of Oral and Intangible Heritage of Humanity pada 7 November 2003. Pemerintah Indonesia kemudian menetapkan tanggal 7 November sebagai Hari Wayang Nasional.
Penetapan Hari Wayang Nasional dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran serta kecintaan masyarakat terhadap wayang Indonesia. Lalu bagaimana sejarah perjalanan wayang di Indonesia?
Melansir artikel 'Beberapa Pendapat Asal Usul Wayang di Indonesia' oleh Darmoko, M. Hum, pengajar Sastra Jawa Universitas Indonesia, pada awalnya, asal usul wayang mempunyai banyak perdebatan dari para ahli.
Beberapa ahli mengatakan wayang asli Indonesia, sebagian lainnya menganggap wayang berasal dari India, dari China, serta ada pula yang mengatakan bahwa wayang merupakan perpaduan Indonesia dan India.
Para ahli yang mengemukakan bahwa wayang adalah asli Indonesia adalah Brandes, GAJ Hazeu, Rentse, Kats dan Kruyt. Menurut Brandes, wayang adalah asli Jawa.
Wayang menyajikan hasil kebudayaan Indonesia purba, seperti gamelan, sistem moneter, bentuk-bentuk metrik, batik, astronomi, acara menanam padi sawah basah, hingga administrasi pemerintahan.
Diketahui, wayang mempunyai hubungan yang erat dengan kehidupan kultural, religius, serta sosial Jawa. G.A.J Hazeu pun mengatakan wayang berasal dari Jawa. Struktur wayang digubah menurut model yang sangat tua. Mulai dari cara dalang membawakan cerita, bahasa, ekspresi, tinggi rendah suara, gaya hingga susunan lakon khas Jawa. Wayang tumbuh dari upacara penyembahan nenek moyang.
Sementara J. Kats mengatakan bahwa istilah teknis wayang berasal dari bahasa Jawa. Wayang merupakan kebudayaan yang sangat tua.
Menurutnya, wayang erat dengan praktik keagamaan dan sejak sebelum abad IX sudah menjadi bagian dari kehidupan penduduk asli.
Pendapat yang menyatakan wayang berasal dari India dikemukakan oleh Pichel, Poensen, Gosling, J.J.Ras. Sedangkan pendapat yang mengatakan wayang dari China diusung oleh G Schlegel. Sementara J Krom dan WH Rassers berpendapat wayang adalah perpaduan dari Indonesia dan India.
Jejak sejarah penelusuran wayang ditemukan sejak 1.500 SM. Pada zaman tersebut, wayang difungsikan sebagai medium untuk mendatangkan arwah leluhur.
Kepercayaan tersebut lalu mengilhami ide pembuatan wayang, gambar bayangan para leluhur yang sudah meninggal. Pada perkembangannya, gambar bayangan tersebut dinamakan wayang.
Makna wayang sebagai bayangan mengalami perubahan seiring dengan perkembangan masyarakat. Wayang tidak dimaknai sebagai bayangan tetapi dimaknai sebagai pertunjukan panggung. Pertunjukan panggung menjadi daya tarik bagi yang menontonnya.
Saat itu pertunjukan wayang masih bersifat magis religius. Alat pendukung yang digunakan pun masih sederhana, seperti gendhing.
Perkembangan seni wayang mengalami penyesuaian saat adanya kontak budaya India dengan agama Hindu di Indonesia. Cerita wayang semakin berkembang dengan cerita dari Kitab Mahabharata dan Ramayana.
Bentuk wayang yang sederhana pun menjadi bentuk yang telah mengalami perkembangan yang menyesuaikan zamannya. Wayang selalu dikreasi, direkonstruksi dari wujudnya yang sederhana menjadi yang sempurna. Menurut ahli, perubahan wayang yang rekonstruktif serta paradigmatis ini terjadi setelah masuknya agama Islam di Jawa.
Saat agama Islam berkembang, mubaligh Islam atau yang dikenal sebagai Wali Songo (atau Wali Sanga) menggunakan wayang serta gamelan sebagai media dakwah yang ditransformasikan menjadi kesenian bernapas keislamaan.
Wali Songo terlibat dalam mengembangkan wayang, yang terutama adalah Sunan Kalijaga.
Wayang yang ada hingga saat ini merupakan perubahan-perubahan dan hasil rekonstruksi pada masa Islam berkembang di Jawa.
Wayang tidak hanya menjadi tontonan, namun sebagai tuntunan yang terdapat nilai yang dapat dijadikan pedoman kehidupan. Di Indonesia, terdapat beberapa jenis wayang, seperti wayang kulit, wayang golek, wayang suket (rumpet), wayang motekar. Perkembangan wayang di beberapa tempat Indonesia mempunyai bentuk yang berbeda, baik dari segi cerita hingga irama.
Editor: Muhammad Fida Ul Haq