Selesaikan Polemik Ijazah Jokowi dengan Transparansi, Bukan Kriminalisasi
Didi Irawadi Syamsuddin, S.H., LL.M.
Politikus, Anggota DPR periode 2019-2024
POLEMIK soal keaslian ijazah Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, telah berulang kali mencuat dan menimbulkan pro-kontra di tengah masyarakat. Sebuah persoalan yang sebenarnya bisa selesai secara elegan dan damai, justru terus bergulir karena belum ada langkah keterbukaan yang tuntas.
Jika memang benar ijazah Jokowi itu asli dan sah, maka menunjukkannya secara terbuka kepada publik adalah langkah sederhana namun sangat bermakna. Tindakan ini tidak hanya menjawab keraguan masyarakat, tetapi juga menjadi wujud penghormatan terhadap prinsip demokrasi dan transparansi pejabat publik.
Tanpa keterbukaan, ruang bagi spekulasi, tuduhan, bahkan disinformasi akan terus tumbuh. Hal ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perpecahan di antara sesama anak bangsa, bahkan mencederai kepercayaan terhadap institusi negara.
Justru yang berbahaya adalah jika perdebatan ini dijawab dengan pembiaran, atau yang lebih buruk, dengan kriminalisasi terhadap warga yang mempertanyakan. Padahal jika dokumen itu sah dan autentik, maka tidak perlu ada yang dikorbankan melalui proses hukum yang justru memperkeruh keadaan.
Maka saya mengajak seluruh pihak untuk berpikir jernih. Jika tidak ada yang disembunyikan, maka tunjukkan. Bangsa ini terlalu besar untuk terus dipertentangkan oleh sebuah dokumen yang seharusnya mudah diverifikasi. Tanggung jawab moral seorang pemimpin adalah menjernihkan, bukan membiarkan rakyat saling curiga.
Indonesia membutuhkan pemersatu, bukan pembiaran atas perpecahan.
*Isi tulisan menjadi tanggung jawab penulis
Editor: Maria Christina