Social Network Analysis: Hampir 90 Persen Netizen Murka Atas Putusan MK
JAKARTA, iNews.id - Social Network Analysis merilis sentimen putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan kepala daerah belum 40 tahun bisa maju pilpres. Hasilnya sebesar 88,52 persen kelompok kontra memberikan sentimen negatif atas putusan MK.
Adapun sentimen yang muncul menilai bahwa putusan tersebut hanya untuk kepentingan politik keluarga.
“Ketua MK memelintir sejarah Nabi Muhammad untuk kepentingan politik keluarga,” demikian salah satu sentimen dari kelompok kontra atas putusan MK, Selasa (17/10/2023).
Sentimen berikutnya tentang mantan Wakil Menteri Hukum dan Ham (Wamenkumham) Denny Indrayana yang mengungkit laporannya tentang pelanggaran kode etik Ketua MK.
“Denny Indrayana mengungkit laporannya tentang pelanggaran kode etik Ketua MK yang tidak diproses,” ujarnya.
Selain kontra, cuitan terhadap putusan MK itu juga menimbulkan dari sisi pro. Hal itu terlihat dari persentase sebesar 4,96 persen dari kelompok PSI dan pro Gibran.
“Doa bersama agar MK mengabulkan gugatan batas usia capres-cawapres menjadi 35 tahun,” bunyi salah satu cuitan.
“PSI optimis MK akan mengabulkan gugatan batas usia minimal capres-cawapres menjadi 35 tahun,” salah satu cuitan.
Sementara, 4,96 persen merupakan cuitan yang tidak relevan, para netizen hanya menumpang kata kunci atau tagar yang berkaitan dengan putusan MK terkait batas usia capres-cawapres.
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A. Dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu, Almas Tsaqibbirru Re A meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten atau kota.
"Mengambil Permohonan Pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK, Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).
Editor: Faieq Hidayat