Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Pramono Buka Suara usai Viral Komisaris Transjakarta Orasi hingga Tuai Polemik
Advertisement . Scroll to see content

Soroti Perpres Terorisme, Komnas HAM Tekankan Prinsip Akuntabilitas

Sabtu, 26 Mei 2018 - 12:00:00 WIB
Soroti Perpres Terorisme, Komnas HAM Tekankan Prinsip Akuntabilitas
Diskusi Polemik MNC Trijaya Network bertajuk Pemberantasan Terorisme Legislasi, Tindakan Polisi, dan Deradikalisasi, di Jakarta, Sabtu (26/5/2018). (Foto: iNews.id/Felldy Utama)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id – Keterlibatan TNI dalam menangani ancaman tindak pidana terorisme mendapat sorotan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Komnas HAM berharap keterlibatan TNI dalam memberantas terorisme bersifat sementara.

“Ini sifat temporary harus clear. Ini bukan permanen, perbantuannya enggak boleh permanen,” kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam diskusi Polemik MNC Trijaya Network bertajuk Pemberantasan Terorisme Legislasi, Tindakan Polisi, dan Deradikalisasi, di Jakarta, Sabtu (26/5/2018).

Anam menginginkan Peraturan Presiden yang mengatur keterlibatan TNI nanti dijelaskan sejauh mana peran TNI. Jadi dapat dipilah-pilah sesuai dengan skala ancaman, lingkup objek vital, sistem penindakan, dan lain sebagainya.

“Karena ini skema kita melawan terorisme adalah skema penegakkan hukum. Jadi kalo masih bisa ditangani kepolisian, polisi masih memiliki kemampuan untuk melakukan itu, ya polisi agen utamanya,” ujar dia.

Pegiat HAM khawatir pelibatan TNI sebagaimana dalam revisi Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme akan mengabaikan hukum yang akuntabel. TNI dianggap sebagai mesin perang, sementara saat perang tidak diperlukan hukum akuntabel. Sementara polisi yang selama menangani teroris menggunakan prinsip akuntabilitas. Pasalnya, polisi merupakan sipil yang dipersenjatai. Jadi masih menerapkan aturan sipil.

Selain itu, Anam juga menyoroti Perpres nanti menjelaskan proses pengadilan apabila TNI melakukan pelanggaran dalam menangani terorisme.

“Karena polisi sebagai penyidik di pasal 28 itu clear. Dia dituntut secara hukum pidana. Kalau bagi tentara yang terlibat, ini dimana? Dihukum pidana biasa, peradilan militer atau dimana?,” ucapnya.

Ketua Setara Institute Hendardi meminta masyarakat baik sipil maupun akademisi mengawal penyusunan Perpres yang mengatur keterlibatan TNI. Pasalnya, dia khawatir TNI akan bergerak sendiri dalam operasi pencegahan, penindakan, dan pemulihan dalam kasus terorisme. Sementara dalam RUU Terorisme disebutkan leading sector tetap pada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Polri. Sementara TNI sebatas diperbantukan.

“Jika perluasan kewenangan, sebagaimana dikatakan Panglima itu terjadi dan dituangkan dalam Perpres, maka produk legislasi yang baru saja disahkan bukan menjadi landasan kerja yang lebih efektif tetapi bisa jadi justru mengundang tarik menarik kewenangan antar institusi,” kata Hendardi.

Editor: Khoiril Tri Hatnanto

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut