Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Asisten Khusus Presiden Dirgayuza Harap SMA KTB Bisa Jaring Anak-Anak Cerdas RI
Advertisement . Scroll to see content

Sosiolog Unair Komentari Aturan Masuk Sekolah Jam 5 Pagi di NTT: Hasil Tidak akan Optimal

Sabtu, 04 Maret 2023 - 12:36:00 WIB
Sosiolog Unair Komentari Aturan Masuk Sekolah Jam 5 Pagi di NTT: Hasil Tidak akan Optimal
Sekolah Masuk Jam 5 Pagi di NTT
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat mewajibkan siswa SMA/SMK masuk sekolah jam 5 pagi. Merespons hal itu, Sosiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Tuti Budirahayu menilai hasil aturan tidak akan optimal dalam proses belajar.

Menurutnya aturan seharusnya dibuat berdasarkan kajian yang sahih dan valid atas keberhasilan program serupa. Ia mencontohkan bila ada daerah atau negara lain yang telah menerapkan dan terbukti sukses baru bisa dipertimbangkan.

"(Jika) Siswanya berhasil dalam bidang akademik maupun nonakademik. Maka, kebijakan tersebut layak diuji cobakan. Jika tidak atau belum ada kajian yang komprehensif dan valid, lebih baik ditunda dulu dan cari kebijakan-kebijakan lain yang memiliki tujuan yang sama,” ucap dia dikutip dari laman resmi Unair, Sabtu (4/3/2023).

Malahan, aturan tersebut jika dibuat berdasarkan kebijakan tanpa ada kebijakan atau dukungan lainnya, maka hasilnya tidak akan optimal bagi murid-murid.

Oleh karena itu, Tuti menjelaskan harus ada inovasi yang berfokus pada tujuan. Ia mencontohkan masuk pagi dimulai dengan olahraga bersama untuk melatih fisik dan menyegarkan badan para siswa.

“Setelah itu, dilanjutkan dengan kegiatan literasi, di mana siswa diberi waktu 1 jam untuk membaca buku dan berdiskusi. Selebihnya silahkan melakukan kegiatan pembelajaran seperti biasa. Penting, dari program-program dan kebijakan inovatif tersebut harus dievaluasi secara berkala,” tutur dia.

Sementara itu, dosen FISIP ini juga menyoroti bahwa aturan tersebut akan memberatkan siswa. Alhasil, belum tentu siswa senang dan semangat untuk sekolah.

Bahkan, dalam istilah sosiologi pendidikan ada yang dikenal dengan nama kekerasan simbolik. Artinya, siswa dan para guru mengalami kekerasan akibat aturan yang dibuat pemerintah, namun tidak dianggap karena tujuannya dianggap baik.

Maka dari itu, aturan tersebut ditakutkan membuat anak malas sekolah hingga putus sekolah. Ia pun menilai bahwa kebijakan tersebut dapat efektif.

“Pada hakikatnya, belajar adalah kegiatan yang menyenangkan, bukan kegiatan yang membuat anak tertekan. Jika aturan tersebut dibuat, maka kemungkinan siswa akan malas bersekolah dan bahkan bisa menyebabkan putus sekolah. Jadi sekali lagi kebijakan itu akan menjadi tidak efektif,” ujarnya.

Editor: Puti Aini Yasmin

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut