Sosok Pierre Tendean, Pahlawan Revolusi Korban G30S PKI yang Berdarah Prancis
JAKARTA, iNews.id - Pierrre Tendean merupakan salah satu pahlawan revolusi Indonesia. Ia meninggal karena menjadi korban G30S PKI pada 30 September 1965.
Ia merupakan ajudan dari Jenderal AH Nasution yang merupakan target utama dalam peristiwa G30S PKI. Pierre Tendean meninggal karena mengaku sebagai Nasution dan memiliki wajah yang sama.
Pria bernama lengkap Pierre Andries Tendean merupakan anak dari pasangan Aurelius Lammert Tendean asal Minahasa dan ibu Pierre Tendean bernama Maria Elizabeth Cornet yang merupakan keturunan Prancis.
Ia lahir di Rumah Sakit Centrale Burgerlijke Ziekenhuis atau saat ini Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Ayahnya sehari-hari bekerja sebagai dokter di rumah sakit tersebut.
Masa kecil Pierre dipenuhi dengan pengalaman yang berharga. Ia diketahui melewati dengan berpindah-pindah tempat tinggal, dari Jakarta ke Tasikmalaya, Cisarua, Magelang dan daerah lainnya.
Pada tahun 1945, Pierre Tendean pertama kali merasakan bangku sekolah. Ia menempuh pendidikannya di Sekolah Rakyat Buton di Magelang.
Setelah menamatkan bangku SMP, Pierre Tendean mulai menempuh pendidikan sekolah menengah atas di SMA Bagian B jurusan Ilmu Pasti (Sekarang SMAN 1 Semarang). Berkat hal itu, ia mendapatkan hadiah motor Ducatti dari sang ayah.
Menjelang berakhirnya masa sekolah SMA, ia membulatkan tekad menjadi seorang perwira. Ia pun berhasil menyelesaikan sekolah di Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD).
Melansir buku 'Jejak Sang Ajudan' terbitan Leutikaprio, kemampuannya sebagai lulusan ATEKAD sangat diandalkan. Bahkan, ia pernah ditugaskan menjadi intelijen untuk menyusup ke wilayah Malaysia pada 1963.
Saat itu, Indonesia tengah bersitegang dengan Malaysia dan menggelar operasi Dwikora. Pada April 1965, Pierre Tendean dipercaya menjadi ajudan Jenderal AH Nasution yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan.
Makam Pierre Tendean berada di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Ia merupakan salah satu pahlawan revolusi berdasarkan ketetapan Keppres Nomor 111/KOTI/1965.
Editor: Puti Aini Yasmin