Terungkap, Ada Peran Tentara Jepang hingga Korsel dalam Kemerdekaan Indonesia
JAKARTA, iNews.id - Kemerdekaan Indonesia merupakan hasil dari perjuangan seluruh rakyat Indonesia. Namun, ada juga peran penting warga negara asing (WNA) dalam memerdekakan Indonesia.
Salah satunya yang sering diungkap dalam buku sejarah yakni Laksamana Maeda. Tentara Jepang ini tercatat ikut berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia.
Selain tentara Jepang, ada juga tentara Korea Selatan (Korsel) yang berjasa dalam kemerdekaan Indonesia. Identitas tentara itu yakni Yang Chil-seong.
Laksamana Muda Tadashi Maeda merupakan salah satu warga negara asing yang ikut membantu kemerdekaan Indonesia. Maeda adalah seorang perwira tinggi Angkatan Laut Jepang di Hindia Belanda.
Pria asal Jepang yang lahir di Kagoshima, 3 Maret 1898 ini menyediakan rumahnya yang berlokasi di Jalan Imam Bonjol Nomor 1, Jakarta Pusat untuk menjadi tempat berkumpulnya para tokoh bangsa guna merumuskan naskah proklamasi.
Maeda ikut membangkitkan semangat pemuda Indonesia untuk segera mencapai kemerdekaan. Tokoh nasional Ir Soekarno dan Mohammad Hatta merumuskan Proklamasi di rumah Maeda, setelah sebelumnya mereka sempat dibawa para tokoh pemuda ke Rengasdengklok. Akhirnya naskah proklamasi dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Yang Chil-seong adalah orang asal Korea yang membantu kemerdekaan Indonesia. Yang Chil-seong lahir pada 29 Mei 1919 dan memiliki nama Jepang Shichisei Yanagawa. Awalnya, Yang Chil-seong ditugaskan oleh pemerintah kolonial Jepang sebagai penjaga tawanan tentara sekutu di Bandung pada tahun 1942.
Setelah kemerdekaan, ia memilih tinggal di Indonesia dan mengganti namanya menjadi Komarudin. Yang Chil-seong juga memutuskan memeluk agama Islam.
Yang Chil-seong pergi ke Garut dan bergabung dengan pejuang kemerdekaan yang bernama Pasukan Pangeran Papak untuk melawan agresi militer Belanda. Keberadaan Yang Chil-seong membuat Belanda resah karena perilakunya. Namun, Yang Chil-seong tertangkap dan dijatuhi hukuman mati pada tahun 1949.
Shigeru Ono menjadi salah satu tentara Jepang yang memihak Indonesia. Shigeru merupakan pasukan yang menolak pulang ke Jepang dan memilih bergabung dengan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan. Kelompok pejuang kemerdekaan tersebut dikenal sebagai komando elite Pasukan Gerilya Istimewa (PGI) yang berada di bawah Pasukan Untung Suropati.
Alasan Shigeru tidak mau bertekuk lutut kepada pihak sekutu yaitu salah satunya karena melihat jasa orang-orang Indonesia kepadanya kala memerangi pihak sekutu. Pria asal Jepang yang lahir pada 26 September 1919 ini memiliki nama Indonesia yaitu Rahmat. Setelah menetap di Indonesia, ia menikah dengan wanita pribumi bernama Darkasih. Shigeru menetap di Kota Batu, Jawa Timur hingga akhir hidupnya.
Eduard Douwes Dekker merupakan pria Belanda yang datang ke Indonesia pada 1839. Ia adalah penulis buku bertajuk Max Havelaar, pada tahun 1860. Ketika sampai di Indonesia ia bekerja sebagai pegawai di kantor Pengawasan Keuangan Batavia, kemudian berpindah tempat kerja.
Eduard Douwes Dekker pernah dituduh melakukan penggelapan uang, tapi pada akhirnya tuduhan tersebut tidak terbukti.
Melalui buku yang ditulisnya dengan nama pena Multatuli tersebut, Eduard menceritakan kekejaman kolonial Belanda yang disajikan secara detail. Hal ini memperlihatkan keberpihakan Eduard Douwes Dekker kepada Indonesia dan perjuangan rakyatnya. Bukan sekadar tulisan, Eduard juga menghadirkan bukti-bukti sehingga kondisi Indonesia dapat dengan jelas tergambar dan dipahami pembacanya.
Buku Max Havelaar ini juga menginspirasi para pejuang kemerdekaan untuk tetap semangat dalam merebut kemerdekaan Indonesia.
Ichiko Tatsuo, atau yang juga dikenal dengan nama Abdul Rachman, adalah pemuda asal Jepang yang membela kemerdekaan Indonesia. Ia merasa Jepang sudah mengkhianati Indonesia, sebab Jepang tidak memenuhi janji untuk memberikan kemerdekaan bagi Indonesia.
Karena itu, tekadnya bulat untuk membersamai rakyat Indonesia. Ia bergabung dalam Pembela Tanah Air (Peta) di Divisi Pendidikan. Ichiko Tatsuo mendapatkan nama Abdul Rachman oleh Haji Agus Salim sebagai penghargaan karena dirinya telah menjadi penasihat di divisi tersebut.
Tatsuo memimpin Pasukan Gerilya Istimewa di Semeru, Jawa Timur. Pasukan tersebut merupakan satuan khusus di bawah militer Indonesia yang terdiri dari tentara-tentara Jepang yang bersimpati pada kemerdekaan Indonesia. Ichiko Tatsuo tewas tertembak pasukan Belanda pada 9 Januari 1949 di Desa Dampit, Malang.
Baca pembahasan mengenai Kisah Para Pahlawan selengkapnya di Sindonews.com.
Editor: Muhammad Fida Ul Haq