Tim Pengacara Aiman Tegaskan Tak Sepakat dengan Dasar Hukum Polda Metro untuk Sita HP
JAKARTA, iNews.id -Tim hukum Aiman Witjaksono, Finsensius Mendrofa menanggapi pendapat pakar sekaligus dosen tetap hukum acara pidana dari Universitas Krisnadwipayana Jakarta, Warasman Marbun yang dihadirkan Bidkum Polda Metro Jaya dalam sidang praperadilan Aiman Witjaksono, Jumat (23/2/2024). Tim hukum Aiman tidak setuju dengan dasar hukum yang disampaikan Warasman.
"Di dalam KUHAP pasal 38 ayat 1 itu secara eksplisit hanya boleh dikeluarkan izin itu oleh ketua pengadilan, dari jawaban ahli kami sudah katakan, kami menghargai, tapi kami tak sependapat," ujar Finsen, Jumat (24/2/2024).
Menurutnya, praperadilan yang diajukan Aiman ke PN Jakarta Selatan untuk menguji sah tidaknya penyitaan yang dilakukan Ditreskrimsus Polda Metro Jaya terhadap handphone milik Aiman. Mulai dari pengujian prosedur formil hingga tata cara mekanisme penyitaan tersebut, apakah telah sesuai dengan prosedur hukum ataukan tidak.
"Ahli menerangkan ketua ataupun wakil ketua pengadilan setempat itu sama saja, sehingga kami beranggapan ahli ini mencoba menyederhanakan menurut pendapatnya, tapi tentu yang menjadi patokan kita sebagaimana tercantum di KUHAP," tuturnya.
Namun, pendapat ahli tentang izin dan penandatanganan surat penetapan penyitaan justru seolah disederhanakan. Bahwa ahli menilai, selama terdapat cap dari pengadilan sebagai tanda legalitas pengadilan, surat penetapan penyitaan itu boleh ditandatangani oleh siapa saja selain ketua pengadilan.
"Di KUHAP, secara eksplisit itu disebutkan izin dari ketua pengadilan, dan ini tak ada pengecualian disana. Kami hargai jawaban ahli, tapi kami sayangkan pendapat ini seakan wakil ketua ataupun staf dari pengadilan (bisa tandatangan) asalkan punya cap dan kop itu sah sebagai izin penyitaan dari pengadilan," katanya.
Dia menerangkan, pihaknya juga tak sependapat dengan pernyataan ahli hukum dari Polda Metro yang menyebutkan, adanya dua surat penetapan penyitaan bersifat saling menguatkan. Pasalnya, prosedur penyitaan yang didasarkan pada surat penetapan penyitaan pertama sudah sesuai, tak perlu lagi diajukan permohonan persetujuan hingga diterbitkannya surat penetepan penyitaan kedua.
"Apakah prosedur awal ini ada yang salah atau tidak, meskipun pendapat ahli tadi selalu menyederhakan dengan pendapatnya, seakan bisa dikesampingkan KUHAP itu, kami hargai tapi kami tak sependapat karena itu sudah diatur secara eksplisit oleh KUHAP," bebernya.
Pengacara Aiman lainnya, Yulianto Nurmansyah menambahkan, pendapat ahli tersebut sejatinya bisa menyebabkan dan menciptakan satu asumsi pada penyidik dalam hal proses penyitaan. Sebabnya, seolah penyidik bisa menangguhkan atau meninggalkan dahulu aturan yang ada untuk cepat-cepat atau segera dilakukan penindakan ataupun penyitaan.
"Itu berbahaya, menangguhkan dahulu, ntar saja, kalau bahasa kita sehari-hari itu bahaya, jadi putusan ini kita sangat mengharapkan majelis tunggal melihat dengan jelas, cepat boleh, segera boleh, tapi aturan hukum harus ditegakan," katanya.
Editor: Muhammad Fida Ul Haq