Todung: Puncak Hancurnya MK ketika Putusan Usia Capres-Cawapres Dilahirkan, Mahkamah Memalukan
JAKARTA, iNews.id - Ketua tim hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Todung Mulya Lubis menyinggung puncak hancurnya Mahkamah Konstitusi (MK) ketika putusan Nomor 90 tentang batas usia Capres-Cawapres disahkan. Todung mengingatkan, MK seharusnya punya peran strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“MK karenanya memiliki tempat dan peran sangat strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebelum reformasi tidak ada MK, yang ada adalah Mahkamah Agung. Tetapi sejarah membuktikan bahwa Mahkamah Agung telah dibajak oleh pemerintah,” kata Todung dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (27/3/2024).
Todung mengatakan, masyarakat menaruh harapan sangat tinggi terhadap MK. Bahkan, dalam 10 tahun pertama MK mendapatkan kepercayaan dari masyarakat bahwa lembaga ini akan mampu mengawal perjalanan bangsa, menegakkan supremasi hukum, demokrasi, hak asasi manusia, pluralisme dan keadilan.
Akan tetapi, MK secara bertahap mengalami kemunduran. Bukan saja karena putusan-putusan yang mencederai rasa keadilan tetapi juga karena korupsi yang melibatkan hakim konstitusi termasuk mantan ketuanya, Akil Mochtar.
Lalu, puncak dari hancurnya integritas MK adalah ketika putusan Nomor 90 tentang batas usia Capres-Cawapres disahkan dan membuat Gibran Rakabuming Raka bisa mendaftar cawapres.
“Puncak dari robohnya dan hancurnya kredibilitas dan integritas MK terjadi ketika putusan MK Nomor 90 dilahirkan, nepotisme dan kolusi tampil secara telanjang di depan mata kita,” ujar Todung.
Saat itu, Ketua MK Anwar Usman yang merupakan paman Gibran mengetok putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Anwar kemudian dijatuhi sanksi pelanggaran etik oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK).
“Seorang paman yang menjabat sebagai Ketua MK berhasil melahirkan putusan yang melanggar hukum dan etika, memberikan karpet merah kepada keponakannya, Gibran Rakabuming Raka, untuk menjadi calon wakil presiden dari Prabowo Subianto,” kata Todung.
“Tak berlebihan kalau disebutkan bahwa MK telah berubah menjadi mahkamah yang memalukan, a shame institution seperti yang ditudingkan kepada Mahkamah Konstitusi Belarus,” ujarnya.
Editor: Reza Fajri