Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Yusril Klarifikasi Soal Tugas Khusus Prabowo ke Gibran: Wapres Tak Berkantor di Papua
Advertisement . Scroll to see content

Yusril Dukung Daud Beureueh Jadi Pahlawan Nasional: Bukan Pemberontak

Jumat, 11 Juli 2025 - 14:37:00 WIB
Yusril Dukung Daud Beureueh Jadi Pahlawan Nasional: Bukan Pemberontak
Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra (dok. Kemenko Kumham Imipas)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra, mendukung usulan masyarakat Aceh agar Teungku Muhammad Daud Beureueh dicalonkan sebagai Pahlawan Nasional. Yusril mengakui peran Daud Beureueh dalam perjuangan melawan penjajah.

"Tidak semua tokoh di Aceh gembira dengan Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Sebagian ingin Aceh menjadi negara sendiri, sebagian malah ingin tetap di bawah penjajahan Belanda. Daud Beureueh berjuang habis-habisan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan RI baik secara politik, militer, maupun diplomasi,” kata Yusril dalam keterangan tertulis, Jumat (11/7/2025).

Yusril menjelaskan, keinginan Daud Beureueh agar Aceh menjadi provinsi sendiri dengan keistimewaannya disetujui oleh Presiden pertama RI Sukarno saat berkunjung ke Aceh awal tahun 1946. Daud Beureueh pun diangkat sebagai Gubernur Militer Aceh, Langkat, dan Tanah Karo dengan pangkat tituler Mayor Jenderal TNI pada masa revolusi.

Dengan begitu, Provinsi Aceh dibentuk melalui Keputusan Wakil Perdana Menteri RI untuk Sumatera yang berkedudukan di Kutaraja dengan Peraturan Darurat Wakil Perdana Menteri yang diteken Mr Sjafruddin Prawiranegara. 

Daud Beureueh otomatis dikukuhkan menjadi Gubernur Aceh. Namun pada 1950, Peraturan Darurat tersebut tidak disetujui Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan Menteri Dalam Negeri saat itu, Soesanto Tirtoprodjo dari PNI, sehingga peraturan itu harus dicabut dan Aceh diintegrasikan menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Utara.

“Celakanya, pencabutan Keputusan Darurat Wakil Perdana Menteri Sjafruddin itu harus dilaksanakan oleh Perdana Menteri RI yang baru, Mohammad Natsir, padahal baik Sjafruddin, Natsir, maupun Daud Beureu'eh semuanya adalah tokoh Partai Masyumi,” ucap Yusril.

Menurutnya, saat itu Natsir menghadapi dilema luar biasa untuk melaksanakan putusan KNIP, sehingga memutuskan berangkat ke Aceh untuk menemui Daud Beureueh.

“Natsir terlambat sehari datang ke Aceh karena putrinya meninggal tenggelam di Kolam Renang Cikini,” kata Yusril dari wawancaranya dengan Natsir pada 1982.

Saat Natsir mendarat di Aceh, kata Yusril, Daud Beureueh telah menyingkir ke luar kota karena sehari sebelumnya telah mengumumkan perlawanan dan pembangkangan terhadap pemerintah pusat di Jakarta.

"Natsir sangat memahami kekecewaan Daud Beureueh atas pembubaran Provinsi Aceh dan ingin agar provinsi tersebut dibentuk kembali bersamaan dengan pembentukan provinsi lain," ucap Yusril.

Hal ini disampaikan Natsir dalam pidato di depan masyarakat Aceh yang berdatangan ke Pendopo Gubernur, yang diterjemahkan Osman Raliby ke dalam Bahasa Aceh. Natsir juga menitipkan pesan kepada Daud Beureueh melalui Osman Raliby agar menahan diri dari perlawanan.

Namun, kata dia, Daud Beureueh menjawab bahwa "nasi sudah menjadi bubur" dan telah menyingkir dari ibu kota Aceh, Kutaraja, dan masuk hutan untuk melakukan perlawanan, meskipun saat itu belum mengumumkan berdirinya DI/TII, yang baru dilakukan pada 1953.

Kendati Provinsi Aceh kembali terbentuk pada 1956 dan dipisahkan dari Sumatera Utara, sambungnya, Daud Beureueh telah kehilangan kepercayaan kepada pemerintah pusat. Belakangan, DI/TII Aceh yang dipimpinnya menyatakan bergabung dengan PRRI dan RPI (Republik Persatuan Indonesia) sebagai gabungan PRRI-Permesta pada 1958.

“Dari fakta-fakta sejarah itu, Daud Beureueh mestinya tidak dianggap sebagai pemberontak yang ingin memisahkan Aceh dari NKRI. Beliau seorang Republikan yang kecewa dengan janji-janji yang tak kunjung diwujudkan para pemimpin di pusat,” ujar Yusril.

Yusril menegaskan, sejarah tentang Daud Beureueh perlu ditulis ulang. “Beliau adalah pejuang RI sejati, jasa-jasanya tak ternilai bagi bangsa dan negara, sehingga sudah saatnya beliau diangkat menjadi Pahlawan Nasional,” katanya.

Dia menambahkan, Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara pada era Orde Lama dan Orde Baru juga pernah dianggap pemberontak PRRI. Namun setelah dikaji ulang, mereka sejatinya bukan pemberontak untuk memecah belah bangsa, melainkan melakukan koreksi atas kebijakan pemerintah pusat dalam menerapkan Demokrasi Terpimpin

“Akhirnya, Presiden SBY meneken Keputusan Presiden yang memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara,” kata Yusril.

Editor: Reza Fajri

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut