Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Moeldoko Yakin Mobil Listrik Tetap Laku Tanpa Insentif, Ini Alasannya!
Advertisement . Scroll to see content

Insentif Mobil Listrik Dihentikan Tahun Depan, Begini Sikap Gaikindo

Kamis, 25 Desember 2025 - 07:53:00 WIB
Insentif Mobil Listrik Dihentikan Tahun Depan, Begini Sikap Gaikindo
Gaikindo merespons isu insentif mobil listrik dihentikan. (Foto: Dani M Dahwilani)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id – Keputusan pemerintah yang akan menghentikan insentif mobil listrik tahun depan, kekhawatiran muncul di benak pelaku industri otomotif dan publik. Mereka khawatir kebijakan ini akan menurunkan minat masyarakat terhadap mobil listrik bertenaga baterai (BEV) akibat harga naik karena tidak ada lagi keistimewaan pajak.

Bagaimana sikap Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo)? Ketua I Gaikindo Jongkie Sugiarto mengatakan, tingginya adopsi mobil listrik tidak lepas dari insentif pemerintah, seperti PPN DTP (Dana Tanggung Jawab Pajak) yang membuat harga lebih terjangkau. Dia mengakui penghapusan insentif akan memengaruhi pasar mobil EV. 

Untuk kepentingan lebih besar ke depan, mereka berharap ada policy (kebijakan) dari pemerintah yang dapat membantu industri otomotif kembali tumbuh. Di mana penjualan mobil di Indonesia pada 2025 diprediksi gagal mencapai target (860 ribu - 900 ribu unit) hanya mencapai 780 ribu unit.

"Kami berharap pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yang berpihak bagi kemajuan industri otomotif. Terlebih penjualan mobil tahun ini secara umum menurun," ujarnya, saat dikonfirmasi media di kawasan Sunter, Jakarta, belum lama ini. 

Jongkie menyebutkan Gaikindo menyerahkan sepenuhnya keputusan insentif 2026 kepada pemerintah dan berharap kebijakan terbaik untuk industri otomotif. Industri siap mengikuti kebijakan pemerintah asalkan membantu pertumbuhan pasar.

"Gaikindo bersama para anggota saat ini masih berdiskusi langkah terbaik bagi industri otomotif Indonesia. Pihaknya melalui Kementerian Perindustrian terus memberikan masukan yang diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang berpihak pada industri otomotif," katanya.  

Gaikindo mencatat sepanjang Januari hingga November 2025, distribusi mobil listrik dari pabrik ke dealer (wholesales) mencapai 82.525 unit dari total penjualan kendaraan nasional sebesar 710.084 unit. Angka tersebut mengantarkan pangsa pasar mobil listrik ke level 11,62 persen—sebuah capaian yang tak bisa dipandang sebelah mata.

Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo) Moeldoko menilai penghentian insentif bukanlah akhir dari perjalanan kendaraan listrik (EV) di Tanah Air.

Dia melihat denyut pasar mobil listrik justru sedang tumbuh dengan penuh optimisme. Di saat penjualan mobil secara umum mengalami perlambatan, kendaraan listrik menunjukkan arah yang berbeda: perlahan, pasti, dan terus menanjak.

“Kalau dilihat penjualan secara umum mobil memang ada penurunan, tapi kalau tren mobil listrik ya dari Periklindo melihat ada sebuah fenomena menarik. Meningkat signifikan,” ujar Moeldoko ditemui di kantor Mobil Anak Bangsa (MAB) Jakarta, belum lama ini.

Pemerintah sebelumnya telah menyampaikan penghentian insentif pembelian mobil listrik, termasuk untuk impor mobil completely built up (CBU), mulai 31 Desember 2025. Namun Moeldoko menegaskan, absennya insentif tidak serta-merta membuat masa depan kendaraan listrik menjadi suram.

Menurutnya, hukum alam industri akan bekerja. Teknologi berkembang, persaingan menguat, dan harga pun akan menyesuaikan.

“Saya dari awal sudah katakan, mobil listrik ke depan akan lebih murah dari mobil konvensional, karena komponen yang digunakan terbatas atau sedikit. Kalau nanti persaingan di dunia baterai semakin ketat, maka kompetisinya akan tinggi dan harga akan turun,” kata Moeldoko menegaskan.

Harapan itu kian nyata ketika Indonesia bersiap menjadi pemain penting dalam produksi baterai. Sebagai komponen yang menyumbang sekitar 40 persen dari harga kendaraan listrik, baterai memegang kunci besar terhadap penurunan harga.

“Apalagi Indonesia akan produksi baterai. Kalau baterai sebagai komponen 40 persen dari EV turun, maka harga mobil listrik turun ke bawah,” ujar founder MAB ini.

Di sisi lain, derasnya arus produsen kendaraan listrik yang masuk ke Indonesia justru menjadi berkah bagi konsumen. Pilihan semakin beragam, kompetisi semakin ketat, dan harga pun semakin rasional.

“Pasti dengan sendirinya mobil listrik akan lebih murah. Apalagi dengan kompetisi luar biasa seperti sekarang, maka ini sebetulnya masyarakat menikmati haknya untuk membeli mobil listrik dengan murah,” katanya.

Keyakinan itu diperkuat peta persaingan pasar. BYD mencatat distribusi tertinggi dengan total 40.151 unit, diikuti sub-merek premiumnya Denza dengan 7.176 unit, serta Chery dengan 7.065 unit. Ketiganya menjadi motor utama pertumbuhan pasar mobil listrik nasional.

Untuk model, BYD Atto 1 tampil sebagai mobil listrik terlaris sepanjang 11 bulan 2025 dengan capaian 17.729 unit, meski baru mulai didistribusikan pada Oktober 2025. Sebagai city car listrik dengan banderol terendah di jajaran BYD, Atto 1 menjadi simbol bahwa mobil listrik semakin dekat dengan masyarakat luas.

Segmen MPV tetap menunjukkan daya tarik kuat. BYD M6 membukukan distribusi 9.926 unit dan menempati posisi kedua, disusul Denza D9 dengan penjualan 7.176 unit yang menyasar pasar premium. 

Di tengah perubahan kebijakan, Moeldoko mengajak publik untuk melihat masa depan dengan keyakinan. Tanpa insentif pun, mobil listrik diyakini akan menemukan jalannya sendiri—lebih murah, lebih matang, dan semakin inklusif bagi semua.

Seperti diketahui, sepanjang 2025 ada beberapa insentif yang berlaku di industri otomotif. Salah satunya adalah Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 10 persen untuk mobil listrik. Kebijakan ini diberikan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 Tahun 2025. 

Kendaraan listrik produksi lokal dengan TKDN berhak mendapatkan PPN DTP. Syaratnya, mobil listrik tersebut harus diproduksi lokal dan punya TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) minimal 40 persen.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah mengajukan insentif lanjutan bagi mobil listrik, termasuk kendaraan hybrid. Namun, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengungkapkan tidak akan melanjutkan insentif.

Editor: Muhammad Sukardi

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut