Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
BRIN Ungkap Air Hujan di Jakarta Mengandung Mikroplastik, Bahaya bagi Kesehatan
Advertisement . Scroll to see content

BRIN Ungkap Air Hujan di Jakarta Mengandung Mikroplastik, Bahaya bagi Kesehatan

Sabtu, 18 Oktober 2025 - 23:45:00 WIB
BRIN Ungkap Air Hujan di Jakarta Mengandung Mikroplastik, Bahaya bagi Kesehatan
Baca Berita

JAKARTA, iNews.id - Hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap air hujan di Jakarta mengandung  mikroplastik. Partikel ini berbahaya bagi tubuh.

Peneliti BRIN Muhammad Reza Cordova menjelaskan penelitian yang dilakukan sejak 2022 menunjukkan adanya mikroplastik dalam setiap sampel air hujan di ibu kota. Partikel-partikel plastik mikroskopis tersebut terbentuk dari degradasi limbah plastik yang melayang di udara akibat aktivitas manusia.

“Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka,” ujar Reza saat di Jakarta, dikutip Sabtu (18/10/2025).

Reza menjelaskan, mikroplastik yang ditemukan umumnya berbentuk serat sintetis dan fragmen kecil plastik. Beberapa di antaranya polimer seperti poliester, nilon, polietilena, polipropilena, hingga polibutadiena dari ban kendaraan. 

Secara rata-rata, kata dia, ditemukan sekitar 15 partikel mikroplastik per meter persegi sampel hujan di kawasan pesisir Jakarta per hari.

Dia menerangkan, fenomena ini terjadi karena siklus plastik telah menjangkau atmosfer. Dia mengatakan mikroplastik dapat terangkat ke udara melalui debu jalanan, asap pembakaran, dan aktivitas industri.

Mikroplastik kemudian terbawa angin dan turun kembali bersama hujan. Proses ini dikenal dengan istilah atmospheric microplastic deposition.

“Siklus plastik tidak berhenti di laut. Ia naik ke langit, berkeliling bersama angin, lalu turun lagi ke bumi lewat hujan,” ujarnya.

Reza menuturkan penemuan ini mengkhawatirkan, sebab partikel mikroplastik berukuran sangat kecil, bahkan lebih halus dari debu biasa. Mikroplastik dapat terhirup manusia atau masuk ke tubuh melalui air dan makanan. 

Dia mengatakan plastik juga mengandung bahan aditif beracun seperti ftalat, bisfenol A (BPA), dan logam berat yang dapat lepas ke lingkungan ketika terurai menjadi partikel mikro atau nano. Di udara, partikel ini juga bisa mengikat polutan lain seperti hidrokarbon aromatik dari asap kendaraan.

“Yang beracun bukan air hujannya, tetapi partikel mikroplastik di dalamnya karena mengandung bahan kimia aditif atau menyerap polutan lain,” kata Reza.

Meski dibutuhkan penelitian lebih lanjut, studi global menunjukkan paparan mikroplastik dapat menimbulkan dampak kesehatan serius seperti stres oksidatif, gangguan hormon, hingga kerusakan jaringan. Dari sisi lingkungan, air hujan bermikroplastik berpotensi mencemari sumber air permukaan dan laut, yang akhirnya masuk ke rantai makanan.

Reza menilai, gaya hidup urban modern menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya mikroplastik di atmosfer. Dengan populasi lebih dari 10 juta jiwa dan 20 juta unit kendaraan, Jakarta menghasilkan limbah plastik dalam jumlah besar setiap hari. 

“Sampah plastik sekali pakai masih banyak, dan pengelolaannya belum ideal. Sebagian dibakar terbuka atau terbawa air hujan ke sungai,” katanya.

Untuk mengatasi persoalan ini, BRIN mendorong langkah konkret lintas sektor dengan memperkuat riset dan pemantauan kualitas udara dan air hujan secara rutin di kota-kota besar. Selain itu, pengelolaan limbah plastik di hulu perlu dilakukan, termasuk pengurangan plastik sekali pakai dan peningkatan fasilitas daur ulang. 

Dia juga mendorong industri tekstil agar menerapkan sistem filtrasi pada mesin cuci guna menahan pelepasan serat sintetis.

Selain itu, edukasi publik juga menjadi kunci penting. Reza mengajak masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik, memilah sampah, dan tidak membakar limbah sembarangan.

“Kesadaran masyarakat bisa menekan polusi mikroplastik secara signifikan,” ujarnya.

Menurutnya, hujan yang kini mengandung partikel plastik adalah refleksi dari perilaku manusia terhadap bumi. 

“Langit Jakarta sebenarnya sedang memantulkan perilaku manusia di bawahnya. Plastik yang kita buang sembarangan, asap yang kita biarkan mengepul, sampah yang kita bakar karena malas memilah semuanya kembali pada kita dalam bentuk yang lebih halus, lebih senyap, tapi jauh lebih berbahaya.,” tutup Reza.

Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut