Pasar Otomotif Goyang, Hyundai Dorong Revolusi Kendaraan Listrik hingga Hidrogen
JAKARTA, iNews.id – Di tengah kondisi pasar otomotif yang melambat, Hyundai melangkah berani dengan strategi besar menuju energi masa depan. Melalui investasi triliunan rupiah, inovasi kendaraan listrik, hingga proyek hidrogen berskala global, Hyundai menegaskan komitmennya sebagai pelopor mobilitas berkelanjutan di dunia.
“Kalau kita bicara industri otomotif Indonesia, kondisinya saat ini sebenarnya tidak baik-baik saja,” ujar COO PT Hyundai Motor Indonesia (HMID), Fransiscus Soerjopranoto, dalam forum diskusi “Synergizing Energy, Finance, & Agribusiness for a Greener Future” yang digelar Infobank dan Kemenpora di Tangerang Selatan, belum lama ini.
Menurut Frans, penjualan mobil nasional idealnya mencapai 1 juta unit per tahun kini hanya berada di kisaran 720–780 ribu unit. “Padahal, Indonesia pernah mencatat masa keemasan seperti era Avanza–Veloz pada 2002 dan program LCGC pada 2013,” katanya.
Sejak diterbitkannya PP 55 Tahun 2019 tentang percepatan kendaraan listrik, Hyundai menjadi pionir dalam membangun ekosistem elektrifikasi di Tanah Air. Perusahaan ini memperkenalkan Kona Electric dan Ioniq, lalu meluncurkan Ioniq 5 yang kini diproduksi lokal di Cikarang.
“Produk saja tidak cukup,” tegas Frans. Karena itu, Hyundai menggelontorkan investasi 3 miliar dolar AS atau sekitar Rp50 triliun untuk membangun pabrik kendaraan, pabrik baterai, serta fasilitas komponen lokal. Kolaborasi Hyundai–LG menghasilkan pabrik baterai berkapasitas 10 gigawatt-hour, cukup untuk 150 ribu kendaraan listrik per tahun.
Tak berhenti di situ, Hyundai juga memperluas lini produknya dengan model Santa Fe Hybrid, Tucson Hybrid, dan Palisade Hybrid, membuktikan bahwa elektrifikasi menjadi fokus utama strategi global perusahaan.

Tantangan Infrastruktur
Meski teknologi terus melaju, Frans menyoroti sejumlah tantangan besar dalam mempercepat adopsi kendaraan listrik. “Pertama adalah limitasi infrastruktur pengisian daya. Perubahan dari mengisi bensin ke mengisi listrik butuh adaptasi dan kesiapan ekosistem,” ujarnya.
Hingga kini, Hyundai telah membangun lebih dari 250 charging station, bekerja sama dengan lima operator mitra hingga total 880 titik pengisian, di luar 3.500 SPKLU yang tersebar di seluruh Indonesia.
Namun, menurut Frans, edukasi konsumen juga penting agar masyarakat memahami keunggulan kendaraan listrik. “Edukasi pasar jadi kunci, dan itu sudah kami lakukan sejak 2020,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa kemandirian produksi lokal masih harus diperkuat agar industri EV nasional tidak bergantung pada impor dan siap menghadapi persaingan global.
Langkah berani Hyundai tak berhenti pada elektrifikasi. Perusahaan kini menatap masa depan energi hidrogen sebagai solusi mobilitas jangka panjang. Bersama Pertamina dan Pemerintah Jawa Barat, Hyundai mengembangkan proyek hydrogen ecosystem di TPA Sarimukti, yang mengubah limbah menjadi sumber energi terbarukan.
Di sisi lain, Hyundai Motor Company pada 30 Oktober lalu resmi memulai pembangunan pabrik produksi sel bahan bakar hidrogen terbarunya di Ulsan, Korea Selatan. Pembangunan fasilitas ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat posisi Korea sebagai pemimpin global dalam transisi menuju energi bersih.
“Pabrik ini merupakan wujud nyata dari komitmen strategis Hyundai Motor Group dalam mendorong transisi menuju masyarakat berbasis hidrogen,” ujar Jaehoon Chang, Wakil Ketua Hyundai Motor Group, dalam sambutan pembukaan proyek pabrik sel bahan bakar hidrogen di Ulsan, Korea Selatan.
Fasilitas ini ditargetkan rampung pada 2027 dengan kapasitas produksi tahunan mencapai 30.000 unit sel bahan bakar hidrogen, dioperasikan di bawah merek HTWO (Hydrogen for Humanity). Proyek ini sekaligus memperkuat posisi Korea dan Hyundai Motor Group sebagai pionir global dalam transisi menuju energi bersih.