Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Pembakaran Sekolah di Temanggung akibat Bullying, DPR Dorong Fungsi Guru BP
Advertisement . Scroll to see content

Pembakaran Sekolah di Temanggung akibat Bullying, DPR Dorong Fungsi Guru BP

Selasa, 04 Juli 2023 - 20:56:00 WIB
Pembakaran Sekolah di Temanggung akibat Bullying, DPR Dorong Fungsi Guru BP
Baca Berita

JAKARTA, iNews.id - Beberapa waktu lalu heboh siswa SMP Negeri 2 Pringsurat, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, berinisial R (13) nekat membakar sekolahnya. Dia melakukan hal itu karena sakit hati kerap di-bully atau dirundung teman-temannya.

Menanggapi kasus itu, Komisi X DPR mendorong peran guru bimbingan penyuluhan (BP) atau bimbingan konseling (BK) di sekolah-sekolah guna mengantisipasi adanya kejadian bullying atau perundungan. Dengan adanya bimbingan yang tepat, diharapkan para siswa bisa mendapatkan pendidikan moral yang baik.

"Setahu saya ada yang namanya guru BP seperti bimbingan konseling. Sekarang ini kan tidak terlalu berfungsi. Padahal kan bimbingan konseling ini perlu sekali," kata Wakil Ketua Komisi X DPR, Dede Yusuf, Selasa (4/7/2023). 

Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat itu menyebut peran bimbingan konseling di era keterbukaan informasi seharusnya lebih ditingkatkan. Dede menilai bimbingan atau pendampingan konseling tak hanya bisa dilakukan oleh guru semata, tapi juga dapat dibantu oleh siswa-siswa yang tertarik dalam bidang psikologi dan telah mendapat pelatihan.

"Perlu diberikan pelatihan konseling dari psikolog agar memberikan pelatihan dasar kepada siswa-siswa yang tertarik menjadi relawan-relawan konselor. Karena anak-anak ini kalau punya masalah enggak mau melaporkan kepada guru, dia maunya ngobrol dengan sesama temannya. Jika diam dan tidak berbicara maka bullying akan terus terjadi, harus ada teman yang diajak bicara," ujar Dede.

Dia menambahkan, korban yang mengalami perundungan memiliki sisi traumatis yang memungkinkan adanya tindakan murung atau malah pembalasan yang mungkin di luar nalar manusia. Untuk itu, perundungan harus diantisipasi karena hal ini merupakan permasalahan serius.

"Yang saya lihat anak-anak korban perundungan yang terbebankan. Katakan lah korban itu bisa menjadi trauma, bisa juga akhirnya membalas," ucapnya. 

Dede mengatakan kejadian bullying atau perundungan kerap terjadi akibat tiga hal. Pertama karena adanya keterbukaan informasi media sosial yang luas sehingga menimbulkan persepsi melakukan hal tersebut memiliki kesan hebat dan keren. 

"Tentunya peran dari pada informasi yang kita sebut saja media sosial, pemberitaan TV yang cenderung membuat bullying itu menjadi justifikasi sehingga anak-anak melihat kok keren deh, kita bisa melakukan bullying kepada orang lain," tutur Dede.

Kedua yakni karena fungsi pengawasan dilakukan oleh dua pihak yakni guru dan orang tua. Menurut Dede, saat ini tidak ada kolaborasi yang tepat antara guru dan orang tua dalam memperhatikan tumbuh kembang anak. 

"Kita melihat sekarang hubungan orang tua dengan guru ini semakin kurang terjadi karena berbagai faktor. Seolah-olah kalau orang tua menitipkan anak di sekolah maka itu sudah menjadi tugas sekolah, padahal kan pendidikan karakter dimulai dari rumah," ujar Legislator dari Dapil Jawa Barat II ini.

Dede menyebut peran orang tua dan guru yang tidak sejalan juga dapat menimbulkan sisi negatif lainnya. Seperti adanya ketidaksepahaman saat anak melakukan kesalahan dan mendapat  hukuman dari sekolah. 

"Sehingga akhirnya guru pun tidak berani juga melakukan fungsi pengawasan atau memberikan sanksi karena takut kena hak asasi manusia (HAM) atau mungkin diadukan ke pihak yang berwajib," tutur Dede. 

Sementara itu faktor ketiga terciptanya bullying atau perundungan disebut lantaran saat ini banyak sekolah yang hanya mengedepankan pendidikan ilmu pengetahuan saja. Dede menyatakan banyak sekolah yang dewasa ini kurang mengedepankan pendidikan karakter.

"Dan yang ketiga tentu kita lihat kurangnya faktor pendidikan  karakter dan akhlak. Masih banyak sekolah-sekolah yang hanya mendorong atau menomorsatukan pendidikan kognitif tanpa mendorong pendidikan akhlak," ucapnya. 

Di sisi lain, Dede juga berpendapat hukuman bagi pelaku bullying atau perundungan perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memberikan efek jera bagi pelaku tersebut.

"Kalau kita berbicara anak-anak di bawah usia remaja, kategorinya adalah anak-anak di bawah 18 tahun maka mereka tentunya sanksinya adalah sanksi yang sifatnya pendidikan," kata Dede. 

"Tapi kalau sudah dewasa di atas 18 tahun, kita sebut saja kejadian di kampus-kampus itu sudah masuk jalur hukum. Di situ sudah ada undang-undangnya," tuturnya.

Dede pun mendorong Kemendikbud untuk menyelesaikan faktor-faktor penyebab bullying atau perundungan karena sudah menjadi fenomena mengkhawatirkan, termasuk yang terkait dengan tindakan asusila.

"Ini menjadi perhatian penting dan kami sudah meminta ke Kemendikbud agar menyelesaikan faktor-faktor tersebut. Dari faktor kurikulum atau pendidikan, bisa kita selesaikan dengan cara memasukkan pendidikan karakter moral kembali di dalam sekolah-sekolah," tutur Dede.

Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut