Persma 1960 Manado Bangkit dari Mati Suri! Ismed Sofyan Siap Bawa Badai Biru Terbang di Kancah Nasional
MANADO, iNews.id — Setelah sekian lama tenggelam, klub legendaris asal Sulawesi Utara, Persma 1960 Manado, siap lahir kembali ke panggung sepak bola nasional. Kebangkitan klub berjuluk “Badai Biru” itu akan mendapat sentuhan tangan dingin dari legenda Persija Jakarta, Ismed Sofyan, di bawah dukungan penuh Gubernur Sulawesi Utara, Mayjen TNI (Purn) Yulius Selvanus Komaling (YSK).
Namun, yang menarik, kebangkitan Persma 1960 tidak akan mengandalkan dana APBD, melainkan melalui gerakan masyarakat dan sistem profesional yang melibatkan berbagai pihak swasta.
Persma 1960, Simbol Kebanggaan Sulawesi Utara
Gubernur YSK menegaskan bahwa menghidupkan kembali Persma 1960 bukan sekadar proyek olahraga, tetapi upaya mengembalikan jati diri dan semangat masyarakat Sulut yang dulu dikenal sebagai salah satu pusat sepak bola Tanah Air.
“Persma bukan sekadar klub sepak bola, tetapi simbol sejarah dan kebanggaan masyarakat Sulawesi Utara. Saya ingin Persma kembali menjadi wadah pembinaan dan tempat lahirnya talenta-talenta muda yang mengharumkan nama daerah di kancah nasional,” ujar Gubernur YSK.
YSK juga mengingatkan pentingnya profesionalisme dalam mengelola klub agar gairah sepak bola di daerah kembali hidup seperti masa kejayaan dulu.
“Saya minta pengurus Persma nantinya benar-benar bekerja dengan hati, profesional, dan fokus untuk menggerakkan kembali gairah sepak bola di Sulawesi Utara. Kita ingin melihat Stadion Klabat kembali bergemuruh oleh dukungan masyarakat,” tambahnya.
Ismed Sofyan: “Kami Tidak Main-Main, Persma Akan Dikelola Secara Profesional!”
Keterlibatan Ismed Sofyan menjadi magnet besar dalam proyek kebangkitan Persma 1960.
Legenda hidup Persija Jakarta dan mantan pemain Timnas Indonesia itu menegaskan bahwa klub ini akan dibangun secara mandiri dan profesional, tanpa ketergantungan dana pemerintah.
“Kami tidak main-main. Persma 1960 akan dikelola secara profesional, tanpa menggunakan APBN maupun APBD. Semua murni dari sistem profesional dan dukungan pihak swasta. Syukur juga Pak Gubernur Yulius Selvanus Komaling sangat mendukung penuh bersama semua elemen. Ini langkah baik untuk sepak bola Manado,” ungkap Ismed Sofyan.
Ismed juga berharap momentum kebangkitan Persma 1960 dapat menjadi awal lahirnya talenta-talenta lokal berkualitas yang akan membawa nama Manado dan Sulut kembali ke peta sepak bola nasional.
“Sejarah sepak bola Manado itu besar. Kita dulu punya pemain-pemain nasional, seperti Firman Utina, Francis Wewengkang, Stanley Mamuaya, dan Adrian Rippitoy. Ini harus menjadi inspirasi bagi generasi muda,” katanya.
Program Besar: Seleksi Terbuka dan Fokus Pemain Lokal
Manajemen Persma 1960 telah menyiapkan rencana matang untuk membangun tim. Dalam waktu dekat, mereka akan menggelar seleksi terbuka bagi masyarakat Manado untuk menjaring bakat lokal terbaik.
“Seleksi tahap pertama akan dibuka untuk masyarakat Manado. Kami ingin memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi putra daerah yang punya potensi dan kemauan. Yang terpenting, prioritas utama tetap pemain asal Manado,” ujar Ismed.
Meski fokus pada pemain lokal, manajemen tetap akan merekrut pemain luar daerah guna membentuk tim yang solid dan kompetitif.
“Kami tidak menutupi ambisi kami. Target kami jelas: naik ke Liga 3. Namun, bukan sekadar naik kasta, kami ingin membangun fondasi yang kuat agar tim bisa berkembang setiap tahun,” tegas Ismed.
Kilas Balik: Persma 1960, Raksasa Tidur dari Timur
Persma 1960 (Persatuan Sepak Bola Manado) bukan nama asing dalam sejarah sepak bola Indonesia. Klub ini pernah menjadi kekuatan besar di kawasan timur dan bersaing ketat dengan klub-klub top seperti PSM Makassar dan Persipura Jayapura.
Pada masa kejayaannya di Divisi Utama era 1990-an, Persma pernah diperkuat pemain asing top seperti Rodrigo Araya, Juan Rubio, dan Nelson Sanchez dari Cile.
Bahkan, PSV Eindhoven—klub elite Belanda yang diperkuat Ronaldo Nazario, Cocu, dan Zenden—pernah bertanding di Stadion Klabat pada 1995, menjadi salah satu momen bersejarah sepak bola Indonesia.
Namun, krisis ekonomi 1998 memukul keras sepak bola nasional. Persma 1960 terpaksa tenggelam dalam kesulitan finansial, hingga kini berlaga di Liga 4.
Kini, dengan dukungan Gubernur YSK dan tangan dingin Ismed Sofyan, “Badai Biru” siap kembali berembus kencang di kancah sepak bola nasional.
“Badai Biru harus kembali bergemuruh, tidak hanya di lapangan, tetapi juga di hati seluruh masyarakat Sulawesi Utara,” tegas Gubernur YSK penuh semangat.