Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Sanksi Amerika Cs Tak Mempan, Industri Pertahanan Rusia Justru Makin Subur
Advertisement . Scroll to see content

Sanksi Amerika Cs Tak Mempan, Industri Pertahanan Rusia Justru Makin Subur

Selasa, 02 Desember 2025 - 10:32:00 WIB
Sanksi Amerika Cs Tak Mempan, Industri Pertahanan Rusia Justru Makin Subur
Baca Berita

STOCKHOLM, iNews.id - Upaya negara-negara Barat menjatuhkan sanksi dan membatasi akses teknologi Rusia ternyata tidak berhasil menahan laju industri senjata negara itu. Laporan terbaru lembaga think tank Swedia, Institut Riset Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), justru menunjukkan kebalikannya, perusahaan pertahanan Rusia mengalami lonjakan pendapatan dua digit sepanjang 2024, meski tengah diboikot secara global.

Dua raksasa pertahanan Rusia yang masuk dalam daftar 100 perusahaan senjata terbesar dunia, Rostec dan United Shipbuilding Corporation, mencatat peningkatan pendapatan gabungan sebesar 23 persen, mencapai 31,2 miliar dolar AS. Lonjakan ini terjadi di tengah situasi perang Rusia-Ukraina serta embargo produk militer yang terus diperketat oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.

Sanksi Barat Tak Mampu Redam Produksi Rusia

Sejak invasi ke Ukraina pada 2022, negara Barat menjatuhkan serangkaian sanksi yang dirancang untuk memukul industri militer Rusia, termasuk pemutusan akses suku cadang dan teknologi Barat, pembatasan impor komponen elektronik, pembekuan aset perusahaan senjata Rusia di luar negeri, pembatasan ekspor material strategis ke Moskow.

Namun laporan SIPRI menegaskan Rusia berhasil mem-bypass banyak tekanan tersebut, termasuk melalui substitusi impor besar-besaran, peningkatan kapasitas produksi dalam negeri, jalur pasokan alternatif dari negara-negara non-Barat.

Sejumlah pengamat memperkirakan, perang Ukraina justru menjadi “pemacu industri”, memaksa Rusia untuk mempercepat modernisasi fasilitas pertahanan dan meningkatkan efisiensi.

Permintaan Domestik Meledak, Pesanan Negara Lain Tetap Mengalir

Meski akses pasar internasional dibatasi, permintaan militer domestik Rusia meningkat tajam. Kremlin memperluas anggaran pertahanannya untuk menopang operasi di Ukraina, termasuk produksi amunisi artileri skala besar, tank dan kendaraan tempur, kapal perang, dan sistem pertahanan udara.

Rostec, misalnya, meningkatkan produksi rudal, drone, dan sistem elektronik tempur secara masif sepanjang 2024.

Selain itu, Rusia masih memiliki pasar setia di sejumlah negara Asia, Afrika, dan Timur Tengah yang tidak bergabung dalam sanksi Barat, sehingga penjualan ekspor tetap berjalan di level signifikan.

Secara global, pendapatan industri persenjataan dunia naik menjadi 679 miliar dolar AS pada 2024 atau lebih dari Rp11.700 triliun. Perusahaan AS dan Eropa mendominasi naiknya angka tersebut, namun Rusia menjadi pengecualian yang paling mencolok karena lonjakannya terjadi bukan karena aliansi, melainkan tekanan.

Di tengah upaya melemahkan kemampuan militernya, Rusia menunjukkan bahwa sanksi tidak menghambat, bahkan mungkin memperkuat, kapasitas produksi senjatanya.

Pertanyaan Besar, Efektifkah Sanksi Barat?

Peningkatan dua digit industri senjata Rusia memunculkan kembali perdebatan tentang efektivitas sanksi internasional. Laporan SIPRI memberikan sinyal kuat bahwa:

  • Sanksi tidak otomatis menghancurkan industri pertahanan negara besar seperti Rusia,
  • Substitusi impor dan diversifikasi mitra dagang membuat Rusia tetap bisa berproduksi,
  • Perang yang berkepanjangan memberikan dorongan jangka pendek bagi industri senjata.

Dengan Rusia terus meningkatkan kapasitas dan pendapatan, negara-negara Barat kini dihadapkan pada dilema baru: bagaimana menekan Moskow tanpa justru memberi efek balik berupa peningkatan produksi militer?

Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut