Viral Tagar #KaburAjaDulu di Media Sosial, Menteri P2MI Singgung Pentingnya Soft Skill

JAKARTA, iNews.id - Tagar #KaburAjaDulu viral di media sosial sebagai bentuk protes terhadap berbagai masalah yang terjadi di dalam negeri. Menanggapi hal itu, Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding menyebut seruan tersebut belum tentu menjadi solusi.

"Teman-teman muda ini juga harus paham bahwa kabur aja dulu itu belum tentu solusi. Kenapa? Di negara-negara luar itu juga hidup tidak gampang. Apalagi kalau tidak memiliki skill," ucap Karding saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (17/2/2025).

Karding menambahkan, untuk pergi dari Indonesia perlu persiapan dan bekal yang matang agar nantinya tidak terlantar di negeri orang. Dia menekankan bahwa boleh bagi seseorang bekerja di luar negeri, namun dengan catatan harus memiliki keterampilan yang memadai.

"Oleh karena itu, pemerintah, P2MI mendorong Anda boleh kabur tapi ayo kita siapkan dulu, kita latih dulu baru berangkat. Apa yang dilatih? Dilatih soft skill dan skill. Bahasa, mental, dan keterampilannya sendiri," katanya.

Karding pun mendorong agar masyarakat terlebih dahulu mengikuti pelatihan sebelum bekerja di luar negeri. Adapun pelatihan yang diberikan disebutnya akan terlebih dahulu dilakukan dengan pemetaan terkait dengan jabatan dan pekerjaan apa yang nantinya akan diambil dari luar negeri.

"Taruhlah misalnya perikanan, nelayan. Kita akan buat model menyelesaikan itu, lalu kita kerja sama dengan misalnya pendidikan perikanan, lalu kita latih mereka. Dan kita fasilitasi untuk ditempatkan. Itu yang kita lakukan," ucapnya.

Sebelumnya, tagar #KaburAjaDulu viral setelah diunggah oleh akun HRD Bacot di X (dahulu Twitter) pada 14 Januari 2025. Tagar ini kemudian menjadi ruang diskusi tentang tips mencari pekerjaan di luar negeri, informasi beasiswa, perkiraan gaji, hingga tantangan adaptasi budaya.
 
Namun, kini #KaburAjaDulu menjadi bentuk kekecewaan terhadap kondisi dalam negeri seperti harga kebutuhan pokok yang melonjak, beban pajak, lapangan kerja sempit, korupsi, kualitas pendidikan rendah, lingkungan hidup yang buruk, serta angka kriminalitas yang meningkat.