Vladimir Putin Bertolak ke Korut untuk Bertemu Kim Jong Un
MOSKOW, iNews.id - Presiden Rusia Vladimir Putin telah bertolak menuju Korea Utara, setelah singgah selama beberapa jam di Republik Sakha, sebuah negara bagian di Timur Jauh Rusia. Dia kini dilaporkan sedang dalam perjalanan menuju Pyongyang untuk bertemu Pemimpin Korut Kim Jong Un.
Republik Sakha adalah penghasil berlian dan berada dalam urutan teratas daftar wilayah federal terluas di Rusia. Menurut kantor berita TASS, itu adalah perjalanan pertama Putin ke wilayah tersebut sejak 2014.
Di Sakha, Putin sempat mengadakan serangkaian pertemuan, termasuk dengan pemimpin republik tersebut, sebelum terbang ke Korut pada Selasa malam WIB. Sesampainya di Korut, presiden Rusia itu bakal melakukan pembicaraan yang kemungkinan mencakup penandatanganan perjanjian kemitraan dengan Pyongyang.
Penasihat kebijakan luar negeri Putin, Yuri Ushakov mengatakan, kesepakatan yang bakal diteken kedua pemimpin itu tidak ditujukan terhadap negara lain. Menurut dia, kunjungan tersebut antara lain mencakup diskusi tatap muka antara Putin dan Kim, serta konser gala, resepsi kenegaraan, upacara pengawalan kehormatan, penandatanganan dokumen, dan pernyataan kepada media.
Putin tentu saja tak sendirian. Dia akan membawa delegasi Rusia yang antara lain terdiri atas Menteri Pertahanan Andrei Belousov, Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov, menteri sumber daya alam, menteri kesehatan, dan menteri perhubungan. Selain itu ada juga Wakil Perdana Menteri Alexander Novak, kepala badan antariksa Rusia, serta kepala perkeretaapian negara itu.
Menjelang kunjungan Putin, Korut tampaknya telah membuat persiapan untuk kemungkinan parade militer di pusat kota Pyongyang, menurut citra satelit komersial.
Di mata Barat, KTT Putin-Kim menghadirkan ancaman terbesar terhadap keamanan nasional AS di kawasan itu sejak Perang Korea.
“Hubungan ini, yang sudah lama ada dan diperkuat kembali oleh perang di Ukraina, melemahkan keamanan Eropa, Asia, dan Amerika Serikat,” tulis mantan pejabat keamanan nasional AS yang kini bekerja di Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS), Victor Cha, dalam sebuah laporan pada Senin (17/6/2024).
Dia pun mendesak Washington DC untuk bekerja sama dengan Eropa dan mitra-mitra lainnya demi meningkatkan tekanan ekonomi dan diplomatik terhadap Pyongyang, menjalin hubungan dengan Chiba, dan meluncurkan kampanye hak asasi manusia dan informasi besar-besaran untuk membanjiri Korut dengan media luar.
Korea Utara berada di bawah sanksi PBB karena program rudal balistik dan nuklirnya sejak 2006. Sanksi tersebut telah diperkuat selama bertahun-tahun.
Akan tetapi, Dewan Keamanan PBB terpecah mengenai cara menangani Pyongyang.