6 Kisah Perjuangan Pesepak Bola Top Indonesia, Nomor 5 Jual Bambu Demi Beli Sepatu
JAKARTA, iNews.id - Ada 6 kisah perjuangan pesepak bola top Indonesia yang menarik diulas. Salah satunya rela jual bambu untuk beli sepatu bola.
Perjuangan menjadi pesepak bola profesional bukan suatu perkara yang mudah. Sebagian dari mereka harus melalui jalan terjal.
Apalagi mereka yang berasal dari keluarga dengan ekonomi yang kurang berkecukupan. Meski demikian para pesepak bola itu tak patah semangat.
Kegigihan membuat mereka kini menjadi pesepak bola papan atas Tanah Air. Siapa saja pesepak bola yang dimaksud itu?
1. Evan Dimas Darmono

Pria Kelahiran 13 Maret 1995 ini sejak kecil memiliki cita-cita sebagai pemain sepak bola. Ketika menginjak umur 4 tahun dirinya selalu minta dibelikan bola kepada sang ibu.
Beranjak dewasa ketika Evan ingin masuk Sekolah Sepak Bola (SSB), ibunya melarang sebab enggan melihat Evan jatuh bangun di lapangan.
Sebelum menjadi bintang, sang ayah berprofesi sebagai petugas keamanan dan penjual sayuran. Sementara, sang ibu pernah bekerja ‘serabutan’ untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Namun, kerja keras dan kemauan Evan yang kuat berhasil membuat hati ibunya luluh dan mendaftarkannya di SSB Sakti di Kompleks TNI AL.

Di balik kesuksesan kariernya menjadi pesepak bola, ibunya hanya pedagang nasi di samping Lapangan Rungkut. Keputusan dirinya menjadi pesepak bola sempat ditentang ayahnya lantaran keterbatasan ekonomi.
Sebagai anak dari keluarga yang memiliki dana pas-pasan, Supriadi bekerja keras demi berkarier di dunia sepak bola. Untuk membeli sepatu saja, pesepak bola berusia 20 tahun ini kerap mengikuti tarkam bersama Rungkut FC.
Pesepak bola berusia 19 tahun ini mengaku pernah ditipu oknum tidak bertanggung jawab yang mengaku sebagai tim pencari bakat. Sang oknum tersebut menawarkan kepada Supriadi untuk menjadi pemain profesional dengan membayar Rp1,8 juta.
Supriadi dijanjikan hal-hal manis oleh oknum tersebut. Supriadi pun berangkat ke Jakarta setelah menyetor uang tersebut.
Nahas, kabar buruk menyelimutinya. Nasib Supriadi di Jakarta tidak sesuai apa yang dia harapkan. Bahkan dia sampai menjual sepatu dan bajunya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
Di tengah kesulitan tersebut, temannya datang dan mengajak Supriadi bergabung dengan Sekolah Sepak Bola (SSB) Bina Taruna. Salah satu prestasi Supriadi adalah mengharumkan nama Indonesia di kancah ASEAN dengan menjuarai AFF U-16 2018.

Gelandang Persija Jakarta, Ramdani Lestaluhu lahir di Tulehu, 5 November 1991. Baginya tumbuh dan besar di wilayah yang memiliki konflik itu tidaklah mudah.
Demi menghindari konflik, Sani Tawainella yang seorang pelatih Sekolah Sepak Bola (SSB) Akademi Tulehu ini seringkali mengajak anak-anak di Tulehu untuk berlatih sepak bola di lapangan dan sesekali mereka berlatih di pantai.
Meski ada dalam situasi sulit, Ramdani Lestaluhu tidak menyerah untuk mengejar mimpinya sebagai pemain sepak bola. Hasilnya, dia kini menjadi salah satu pesepak bola kenamaan di Indonesia.

Egy Maulana Vikri lahir di Medan pada 7 Juli 2000. Pemain profesional ini masuk dalam skuad Timnas Indonesia arahan Indra Sjafri pada AFF U-19 2017. Sebelumnya dia sempat gagal menjadi pesepak bola lantaran minimnya dana.
Kemampuan Egy diakui para pencari bakat. Dia kerap kali meminta orang tuanya untuk mengikuti SSB. Namun, keterbatasan ekonomi keluarganya tidak mampu mendukungnya untuk mengikuti SSB tersebut.
Orang tuanya sempat menyarankan Egy untuk mengubur dalam-dalam impiannya tersebut. Di tengah keputusasaan tersebut, datanglah Subagja, seorang pencari bakat yang membawa Egy ke Jakarta.
Bagja menyerahkan Egy kepada Indra Sjafri, pelatih Timnas U-19 tersebut langsung terpukau dengan performa Egy.

Gelandang serang ini lahir di Raha, pada 2 Januari 1999. Sama seperti pemain sepak bola sebelumnya, pemain yang menjadi salah satu andalan Luis Milla di skuad Timnas Indonesia U-23 pun memliki keterbatasan dalam biaya.
Keterbatasan ekonomi keluarganya itu tidak membuatnya patah semangat dalam mewujudkan mimpinya. Dia dikabarkan sempat hampir putus sekolah karena kurangnya dana tersebut.
Sebelum menjadi pemain sepak bola profesional, rupanya dia memiliki kehidupan yang sulit. Dia bekerja keras hingga rela berjualan bambu untuk membeli sepasang sepatu bola.
6. Pratama Arhan

Arhan lahir di Blora pada 21 Desember 2001. Arhan mencintai sepak bola sejak kecil.
Orang tuanya pun mendukung cita-cita sang anak. Ibu Arhan Surati menjadi sosok penting dalam perjalanan karier pemain yang akrab disapa Arho ini.
Surati membelikan sepatu sepak bola seharga Rp25.000 ketika Arhan kecil mengikuti latihan bersama Sekolah Sepakbola (SSB) Terang Bangsa di Blora. Sepatu itu pun hancur dalam sekali pakai.
Surati juga berjuang mencari pinjaman sana-sini untuk mencukupi kebutuhan Arhan ikut kompetisi. Perjuangan sang ibu pun terbayar. Arhan tumbuh menjadi pemain sepak bola andalan Indonesia.
Bahkan Arhan kini berkarier di Liga Jepang bersama Tokyo Verdy.
Editor: Reynaldi Hermawan