Lelah Jadi Orang Jelek, Rene Higuita Si Tendangan Kalajengking Operasi Plastik
MEDELLIN, iNews.id - Legenda sepak bola Kolombia, Rene Higuita, mengaku lelah menjadi orang yang berparas jelek. Keputusan besar pun dilakukannya dengan melakukan operasi plastik agar memiliki wajah tampan.
Higuita adalah seorang kiper legendaris yang dikenal lewat aksi uniknya di atas lapangan. Salah satu aksinya yang nyentrik terjadi pada laga persahabatan Kolombia kontra Inggris pada 1995 silam.
Saat itu Higuita melakukan tendangan akrobatik ketika menghalau bola lambung yang dilesatkan Jamie Redknapp. Tendangan akrobatik Higuita menyerupai gaya kalajengking saat menyengat mangsanya. Semenjak itu, dia dikenal lewat aksi tendangan kalajengking atau scorpion kick.
Setelah itu, namanya semakin naik daun dan dikenal seantero bumi. Akan tetapi, 10 tahun usai menampilkan aksi uniknya itu, karier pria yang kini berusia 55 tahun itu meredup. Lalu, dia pun memutuskan untuk pensiun setelah terbukti positif mengonsumsi obat-obatan terlarang.
Selepas pensiun, El Loco –julukan Higuita- mencuri perhatian publik dengan keputusannya untuk menjalani operasi plastik. Hal itu dilakukannya usai dinobatkan sebagai ikon terjelek Kolombia. Gerah dan lelah dicap jelek, dia pun berusaha mengubah penampilannya agar lebih rupawan.
“Saya lelah menjadi Rene yang jelek, saya ingin menjadi Rene yang tampan,” kata Higuita dilansir dari The Sun, Minggu (26/12/2021).
Kemudian, Higuita benar-benar menjalankan niatnya itu. Dia melakukan operasi hidung dan implan dagu silikon.
Lihat postingan ini di Instagram
Selain itu, dia juga melakukan operasi sedot lemak dan otot perutnya juga ditingkatkan. Alhasil, wajahnya pun berubah menjadi lebih muda dan dia terlihat puas dengan hasil operasinya itu.
“Secara fisik saya sempurna sekarang,” pungkas pria yang pernah membela Real Valladolid itu.
Sekadar informasi, Higuita dikabarkan sempat kembali dari pensiunnya pada 2007 lalu. Dia bergabung dengan klub bernama Guaros de Lara dan baru benar-benar gantung sepatu setelah berseragam Pereira dua tahun sesudahnya.
Editor: Dimas Wahyu Indrajaya