Timnas Iran Terancam Dilarang Ikut Piala Dunia 2026
ZURICH, iNews.id – FIFA dikabarkan mempertimbangkan kemungkinan melarang Timnas Iran berpartisipasi di Piala Dunia 2026 yang akan digelar di Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Meksiko. Kondisi ini tak lepas dari memanasnya konflik geopolitik antara Iran dan Amerika Serikat,
Piala Dunia seharusnya menjadi ajang persatuan dan perayaan global. Namun, dalam kasus ini, hubungan tegang antara dua negara — AS sebagai tuan rumah utama, dan Iran sebagai salah satu kontestan — telah menyeret sepak bola ke dalam pusaran politik internasional yang semakin kompleks.
FIFA menghadapi dilema besar karena 78 dari total 104 pertandingan Piala Dunia 2026 akan dimainkan di AS. Situasi semakin rumit karena pemerintahan Donald Trump, yang kembali memegang kekuasaan, menjadi pihak yang aktif dalam konflik militer dengan Iran.
Trump secara terbuka membanggakan aksi militer terhadap target-target Iran, di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan Timur Tengah, terutama konflik antara Iran dan Israel. Ketegangan ini memperbesar kemungkinan keikutsertaan Iran akan menjadi isu sensitif, bukan hanya di level diplomatik, tetapi juga dalam eksekusi teknis turnamen.
"Republik Islam Iran termasuk dalam pembatasan perjalanan paling ketat bersama Afghanistan, Chad, Republik Kongo, Guinea Ekuatorial, Eritrea, Haiti, Libya, Myanmar, Somalia, Sudan, dan Yaman," tulis Planet Football, dikutip dari Sport Bible, Senin (23/6/2025).
"Warga negara (mereka) dilarang sama sekali memasuki AS berdasarkan kategori visa apa pun, baik sebagai imigran maupun non-imigran."
Kebijakan larangan perjalanan ini diperkirakan akan berdampak pada ribuan pendukung Iran, yang kemungkinan besar tidak dapat hadir langsung untuk mendukung negaranya. Meskipun pengecualian mungkin diberikan kepada pemain dan ofisial, absennya suporter menjadi pukulan besar bagi semangat kompetisi.
Presiden FIFA, Gianni Infantino, juga tidak lepas dari sorotan. Ia dituding terlalu dekat secara politis dengan Trump. Dalam berbagai kesempatan, Infantino terlihat mendukung kebijakan kontroversial, termasuk dugaan setuju untuk menghapus pesan antirasisme dalam Piala Dunia Antarklub yang juga digelar di AS.
Preseden pelarangan negara dalam Piala Dunia bukanlah hal baru. Rusia misalnya, telah diskors dari seluruh kompetisi FIFA dan UEFA sejak invasi ke Ukraina. Sementara Yugoslavia pernah dilarang tampil pada awal 1990-an akibat agresi militernya di Bosnia-Herzegovina.
Iran, yang menjadi negara Asia kedua yang lolos ke Piala Dunia 2026 setelah Jepang, bisa saja menjadi korban ketegangan politik ini. Jika tekanan terus meningkat, FIFA mungkin tidak punya pilihan selain mengikuti garis keras dari tuan rumahnya.
Meski belum ada indikasi AS akan dicabut dari status tuan rumah atau partisipasinya, namun keterlibatan negara tersebut dalam konflik bersenjata justru mempersulit posisi Iran. Sepak bola dalam konteks ini bukan sekadar permainan, melainkan bagian dari panggung besar geopolitik dunia.
Situasi ini mengancam prinsip universalitas yang selama ini dijaga FIFA. Namun dalam realitas dunia yang kian bergolak, keputusan akhir bisa saja lebih ditentukan oleh politik dibanding semangat sportivitas. FIFA kini berdiri di persimpangan yang sangat menentukan bagi kredibilitasnya sebagai organisasi sepak bola dunia.
Editor: Abdul Haris