PDNS 2 Diserang Ransomware, Pengamat Soroti Penggunaan Proteksi Windows Defender
JAKARTA, iNews.id - Pakar telematika Roy Suryo menyoroti serangan ransomware yang dialami Pusat Data Nasional Sementara (PDSN) 2 di Surabaya. Apalagi usai dia mengetahui penggunaan Windows Defender pada PDNS 2.
Roy Suryo mengaku khawatir dengan spesifikasi yang dimiliki PDSN 2. Mengingat nama Sementara yang disangdang Pusat Data Nasional tersebut.
"Saya khawatir sifatnya sementara speknya tidak downgrade atau tidak sesuai. Apalagi kita dengar untuk proteksinya pakai Windows Defender," kata Roy Suryo sebagaimana dikutip dari tayangan iNews TV beberapa waktu lalu.
Windows Defender sendiri software bawaan Microsoft yang berfungsi melindungi sistem operasi Windows dari ancaman virus, malware, atau threat lainnya. Di OS generasi baru seperti Windows 10, Windows Defender sudah terinstal secara default.
Kendati demikian, Roy Suryo menilai penggunaan Windows Defender ini terlalu sepele jika digunakan untuk server yang bersifat negara. Dia menilai server sekelas pemerintah seharusnya menggunakan standar suatu sistem.
"Windows Defender itu sangat terlalu sepele kalau digunakan untuk server bersifat negara seperti sekarang ini. Harusnya menggunakan standar TIER standar suatu sistem," tuturnya.
Pada dasarnya, penyerangan siber ini bukan yang pertama kali terjadi di Indonesia. Sebelumnya sejumlah serangan juga pernah terjadi di Indonesia. Lantas apa yang membuat keamanan siber Indonesia begitu lemah?
Roy Suryo menilai lemahnya sistem keamanan di Indonesia dikarenakan dua faktor yakni teknis dan non-teknis. Untuk faktor teknik, Roy menilai Indonesia tidak update terhadap teknologi.
"Kita kurang update terhadap teknologi, sistem pengamanan, sistem proteksi seperti yang katanya kita pake Windows Defender. Seperti yang saya katakan, kita harusnya sudah pakai ISO 27001," tuturnya.
Untuk faktor non-teknis, kata Roy, penempatan orang yang salah.
Kronologi Serangan Ransomware PDNS 2
Kominfo mengungkapkan awalnya terjadi gangguan pada PDNS 2 berupa serangan siber dalam bentuk ransomware bernama Brain Cipher.
Usai penemuan ransomware, ditemukan upaya penonaktifan fitur keamanan Windows Defender mulai 17 Juni pukul 23.15 WIB. Ini memungkinkan aktivitas malicious (berbahaya) beroperasi.
Aktivitas malicious mulai terjadi pada 20 Juni 2024 pukul 00.54 WIB di antaranya instalasi fail malicious, penghapusan file system penting, dan penonaktifan layanan berjalan. Pada 20 Juni 2024 pukul 00.55 WIB Windows Defender mengalami crash dan tidak beroperasi.
Dalam pemaparan di rapat Komisi I DPR Menkominfo Budi Arie juga membenarkan adanya permintaan tebusan senilai 8 juta dolar AS atau sekira Rp131 miliar.
Editor: Dini Listiyani