Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : 5 Planet Bisa Dilihat dengan Mata Telanjang dari Bumi, Tak Perlu Teleskop!
Advertisement . Scroll to see content

Badai Besar Menghantam Saturnus, Diperkirakan Terjadi Setiap 20 Tahun

Rabu, 16 Agustus 2023 - 07:37:00 WIB
Badai Besar Menghantam Saturnus, Diperkirakan Terjadi Setiap 20 Tahun
Badai Besar Menghantam Saturnus (Foto: NASA)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id  - Para ilmuwan menemukan Saturnus mengalami badai besar yang bertahan lama selama berabad-abad. Padahal planet ini selalu dianggap agak tenang. 

Saturnus sebelumnya dianggap agak lebih tenang dibanding raksasa gas Jupiter, yang menjadi rumah bagi badai selebar 10.000 mil yang disebut Great Red Spot selama ratusan tahun. Meskipun Great Red Spot tetap menjadi badai terbesar di Tata Surya, badai Saturnus juga tak kalah kuat. 

Badai besar Saturnus, diperkirakan terjadi antara setiap 20 dan 30 tahun, mirip di Bumi tapi jauh lebih besar. Jika badai Bumi mendapatkan energi dari lautan planet, mekanisme yang mendorong badai besar di atmosfer Saturnus yang kaya hidrogen dan helium agak misterius. 

Kendati demikian, para astronom dari University of California, Berkeley dan University of Michigan, Ann Arbor telah belajar lebih banyak tentang badai Saturnus ini dengan mempelajari gangguan distribusi gas amonia di atmosfer terdalam planet tersebut.  

"Memahami mekanisme badai terbesar di Tata Surya menempatkan teori badai ke dalam konteks kosmik yang lebih luas, menantang pengetahuan kita saat ini dan mendorong batas-batas meteorologi terestrial," kata asisten profesor University of Michigan Cheng Li sebagaimana dikutip dari space. 

Li dan tim mendeteksi gangguan ini dengan melihat emisi radio dari amonia di atmosfer Saturnus menggunakan Karl G. Jansky Very Large Array (VLA) di New Mexico. Meskipun Saturnus tampaknya memiliki warna yang hampir seragam dalam cahaya, pita yang khas dan perbedaan antara lapisan atmosfer pada ketinggian yang berbeda-beda lebih terlihat saat dilihat dalam gelombang radio.  

Itu karena pengamatan radio dapat mengintip lebih dalam ke atmosfer planet dibanding teleskop optik, sehingga memungkinkan para astronom lebih memahami proses kimia dan fisik yang mengarah pada pembentukan awan dan perpindahan panas.  

"Pada panjang gelombang radio, kami menyelidiki di bawah lapisan awan yang terlihat di planet raksasa. Karena reaksi kimia dan dinamika akan mengubah komposisi atmosfer planet, pengamatan di bawah lapisan awan ini diperlukan untuk membatasi komposisi atmosfer planet yang sebenarnya, parameter kunci untuk model pembentukan planet," kata astronom UC Berkeley Imke de Pater dalam pernyataan itu. 

Tim menemukan sesuatu dalam emisi radio yang berasal dari atmosfer Saturnus berupa anomali konsentrasi amonia. Mereka mampu menghubungkan anomali ini dengan mega badai sebelumnya di belahan bumi utara raksasa gas itu. 

Konsentrasi amonia lebih rendah di garis lintang tengah Saturnus, menunjukkan lapisan awan es amonia yang lebih tinggi. Namun, sekitar 160 hingga 320 mil (100 hingga 200 kilometer) di bawahnya, konsentrasi amonia meningkat. 

Tim berpikir pengayaan ini hasil dari amonia yang diangkut dari lapisan atas atmosfer ke lapisan bawah dalam bentuk hujan amonia. Efek ini adalah hasil dari megastorms dan dapat berlangsung selama ratusan tahun. 

Investigasi para astronom menunjukkan meskipun Saturnus dan sesama raksasa gas Jupiter memiliki komposisi yang mirip, planet kelima dan keenam dari Matahari sangat berbeda.

Editor: Dini Listiyani

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut