Gerhana Matahari Hibrida Bukan Tanda Awal Masuk Bulan Qomariah, Begini Penjelasan Peneliti BRIN
JAKARTA, iNews.id - Gerhana Matahari Hibrida bukan tanda awal masuk bulan Qomariah. Hal ini diungkapkan oleh peneliti dari Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin.
Andi menjelaskan, terlihat atau tidaknya hilal bergantung pada sejumlah faktor. Mulai dari parameter Bulan sendiri, parameter optis atmosfer (konsentrasi partikulat pencemar, uap air, dan sebagianya), dan tingkat sensitivitas mata atua sensor kamera.
"Pada dasarnya Gerhana hanya menunjukkan sudah masuk fase Bulan baru atau konjungsi," kata Andi sebagaimana dikutip dari situs BRIN.
Singkatnya, Andi menjelaskan hilal terlihat jika intensitas cahaya dari Bulan sabit lebih besar dibanding intensitas cahaya senja dan nilai kontras Bulan sabit syafak lebih besar dibanding ambang batas kontras mata atau kamera.
"Karena warna hilal cenderung putih sementara syafak cenderung merah jingga kekuningan, maka secara alamiah kontras hilal relatif kecil. Kombinasinya dengan ketinggian yang sangat rendah terhadap ufuk dan pendeknya waktu yang tersedia sebelum Bulan terbenam, menjadikan upaya pengamatan hilal menjadi salah satu tantangan besar," ujarnya.
Sebelum melihat hilal, pengamat perlu mempersiapkan peralatan lebih dulu. Peralatan yang diperlukan adalah teleskop ditambah filter Matahari, kamera charge coupled device (ccd), laptop, dan eyepiece.
"Langkah selanjutnya adalah merangkai alat sebelum matahari terbenam, teleskop dibidik ke arah matahari. Setelah matahari terbenam teleskop dibidik ke arah bulan. Jika bulan sudah terbenam maka pengambilan sumpah di hadapan hakim pengadilan agama dilakukan dan hasil pengamatan dikirimkan ke kemenag sebagai pertimbangan bahan sidang isbat," kata Andi.
Editor: Dini Listiyani