Temuan Baru, Mikrogravitasi Bisa Berdampak Buruk untuk Sistem Imun Astronot
JAKARTA, iNews.id - Tim ilmuwan dari Karolinska Institutet di Swedia menemukan fakta baru soal dampak negatif luar angkasa pada tubuh manusia. Apa temuannya?
Sebagaimana dikutip dari Space, ilmuwan menyimpulkan mikrogravitasi yang dialami astronot di luar angasa dapat memengaruhi sistem imun. Imun yang terpengaruh adalah sel T, yang mana sel T sejenis sel darah putih yang disebut limfosit.
Limfosit ini mempunyai fungsi penting agar tubuh mampu melawan serangan penyakit. Pengaruh mikrogravitasi yang berkepanjangan dapat menyebabkan sel T menjadi kurang aktif dan efektif dalam melawan infeksi, sehingga membuat astronot rentang terkena virus.
“Jika astronot ingin menjalani misi luar angkasa yang aman, kita perlu memahami bagaimana sistem kekebalan tubuh mereka terpengaruh dan mencoba menemukan cara untuk melawan perubahan berbahaya tersebut,” kata salah satu ilmuwan Lisa Westerberg.
Lebih lanjut dia menjelaskan mereka sekarang dapat menyelidiki apa yang terjadi pada sel T. Dalam melakukan penelitian, Westerberg dan timnya menggunakan kasur air yang dibuat khusus demi mengelabui tubuh agar berpikir tubuh tidak berbobot, yang disebut teknik perendaman kering.
Subjek sehat diletakkan pada perendaman kering selama 3 pekan. Para peneliti selanjutnya menganalisis darah pada subjek tersebut di interval yang berbeda-beda.
Tim melakukan penghitungan mulai dari sebelum percobaan, tujuh, 14, dan 21 hari setelah percobaan dimulai. Terakhir, seminggu setelah percobaan selesai. Hasilnya, mereka menemukan sel T telah berubah sehubungan dengan perendaman kering yang pada dasarnya berubah dalam istilah ekspresi gen secara signifikan setelah 7 dan 14 hari tanpa bobot.
Perubahan paling ekstrem terjadi setelah 14 hari. Gen sel T tampak mengadopsi keadaan yang belum matang selama proses tersebut. Artinya, mereka berperilaku seolah-olah tidak menemukan virus. Itu adalah sesuatu yang dapat berdampak negatif terhadap kesehatan astronot.
"Sel T mulai menyerupai sel T naif, yang belum pernah ditemukan penyusup. Ini berarti sel tersebut membutuhkan waktu lebih lama untuk diaktifkan sehingga menjadi kurang efektif dalam melawan sel tumor dan infeksi,” ujar ilmuwan lain.
Kendati demikian, setelah 21 hari terpapar gayaberat mikro, sel T tampaknya telah beradaptasi dengan keadaan tanpa bobot, dan ekspresi gen sel kembali ke hampir normal.
Namun, 7 hari setelah percobaan berakhir, tim menemukan beberapa perubahan asli dalam ekspresi gen akibat keadaan tanpa bobot benar-benar muncul kembali.
Tim ilmuwan sekarang akan mencoba menggunakan platform roket yang terletak di Esrange Space Center di Swedia untuk meneliti lebih lanjut sel T dan dampak keadaan tanpa bobot terhadap fungsinya.
Editor: Dini Listiyani