5 Tradisi Jawa Masih Dilestarikan di Tengah Kota, Salah Satunya Melarung Lembu
JAKARTA, iNews.id - Ada banyak tradisi adat Jawa yang masih dilestarikan di Indonesia. Masing-masing tradisi memiliki keunikan dan diwariskan secara turun-temurun.
Perlu diketahui, tradisi Adat Jawa merupakan serangkaian praktik dan kebiasaan yang dijalani oleh masyarakat Jawa sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Tradisi ini mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti pernikahan, upacara kematian, upacara kelahiran, upacara adat, seni pertunjukan, tarian, musik, bahasa, dan filosofi hidup.
Salah satu yang masih kental adalah tradisi adat Jawa Tengah. Masyarakat Jawa Tengah dikenal dengan ramah tamahnya, atau sopan dalam berbicara dan bertindak. Tak hanya itu saja, terdapat juga adat-adat leluhur yang hingga kini masih dilestarikan serta dijaga keberadaannya.
Adat-adat ini tak hanya dilakukan masyarakat di daerah saja, tapi juga warga perkotaan yang masih memiliki darah Jawa Tengah. Tak tanggung-tanggung, acaranya pun sangat meriah, hingga sejumlah publik figur pun kerap melakukannya.
Berikut ini tradisi Jawa Tengah yang masih ada dan tetap dilestarikan dari turun-temurun, seperti dikutip dari channel YouTube Orang Jawa, Sabtu (26/8/2023).
Selamatan merupakan tradisi ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Mereka yang melakukannya akan duduk bersama-sama duduk di tikar, biasanya di depannya disediakan aneka makanan dan minuman. Secara tradisional, kegiatan ini dilakukan sebagai tanda syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Misalnya, baru saja membangun rumah, panen perkebunan, akikah, dan lainnya. Selamatan juga dilakukan oleh masyarakat Sunda dan Madura.
Selanjutnya adalah larung sesaji, tradisi masyarakat Jawa Tengah khususnya di daerah Kediri dan dilakukan setiap peringatan Hari Jadi Kota Kediri. Upacara adat ini biasanya berlangsung menjelang siang hari di tepian Sungai Brantas, tepatnya di bawah Jembatan Brawijaya. Larung Sesaji sendiri yaitu menghanyutkan sepotong kepala lembu dan bebek ke Sungai Brantas, kemudian diikuti dengan Labuh Bumi. Sementara, Labuh bumi merupakan tiga tumpukan raksasa yang berisi berbagai macam hasil bumi, umumnya adalah pala kependhem/ polo pendem (berupa umbi-umbian), sayur-sayuran, dan nasi kuning. Sajian di dalam tampah besar ini nantinya akan diperebutkan oleh seluruh masyarakat yang menghadiri upacara adat tersebut.
Ruwatan adalah salah satu bentuk upacara atau ritual penyucian yang hingga saat ini tetap dilestarikan oleh masyarakat Demak, Jawa Tengah. Tradisi ini diberlakukan untuk melestarikan ajaran dari Kanjeng Sunan kalijaga dan digunakan bagi orang yang Nandang Sukerta atau berada dalam dosa.
Selain itu meruwat bisa diartikan untuk mengatasi, atau menghindari sesuatu kesusahan bathin dengan cara mengadakan pertunjukan atau ritual. Secara umum, ritual tersebut menggunakan media Wayang Kulit yang mengambil tema atau cerita Murwakala. Istilah Ruwat berasal dari istilah Ngaruati yang memiliki makna menjaga kesialan Dewa Batara.
Tingkeban atau mitoni merupakan tradisi Jawa, di mana hingga kini masih dilaksanakan secara turun-temurun. Secara sosial dan budaya, Mitoni menjadi salah satu sarana yang digunakan untuk menghilangkan kecemasan seorang ibu pada saat mengandung jabang bayi. Upacara ini dilakukan biasanya saat bumil mengandung bayi 7 bulan. Nah salah satu artis yang mengadakan ritual ini, yaitu Nella Kharisma dan Dory Harsa. Menariknya, dalang Ki Manteb Soedharsono ikut berpartisipasi dalam acara spesial mereka dengan mengusap kepala pasangan suami istri itu.
Tradisi Jawa Tengah yang masih dilestarikan hingga saat ini yaitu wetonan. Istilah wetonan dalam bahasa Jawa memiliki arti, yakni untuk memperingati hari kelahiran. Umumnya, upacara wetonan digelar ketika bayi yang usianya menginjak 35 hari. Pada hari ke-35 terhitung sejak lahirnya bayi, keluarga dari bayi tersebut akan mengadakan upacara bernama nyelapani. Istilah ini memiliki bentuk dasar selapan artinya ialah sama dengan satu bulan dalam perhitungan Jawa atau 35 hari.
Itulah deretan tradisi Jawa Tengah yang masih dilestarikan hingga kini.
Editor: Vien Dimyati