Fakta Menarik Kota Tanpa Matahari Selama 83 Hari, Kini Ciptakan Matahari Sendiri
JAKARTA, iNews.id - Kehadiran sinar matahari dalam kehidupan manusia memang sangat penting, tak hanya manusia, tetapi juga bagi semua makhluk hidup dan kehidupan yang ada di bumi. Oksigen menipis karena tumbuhan tidak bisa melakukan fotosintesis, keadaan gelap, bahkan cuaca ekstrem dapat mengancam kehidupan.
Tapi bisakah Anda bayangkan di belahan bumi ini, ada satu kota yang selama 83 hari hidup tanpa matahari. Kemudian, membuat masyarakat di kota ini menciptakan teknologi berupa matahari buatan.
Penasaran, di mana kota tanpa matahari tersebut? Berikut ulasannya dirangkum pada Jumat (23/12/2022).
Viganella, Italia
Kota yang tak memiliki matahari selama 83 hari ini ada di Viganella. Kota ini terletak di Provinsi Verbano-Cussio-Ossola, sekitar 120 meter timur laut Turin dan sekitar 30 kilometer barat laut Verbania. Dikutip dari berbagai sumber, kotamadya Viganella, Italia ini terletak di lembah yang dalam. Pegunungan menghalangi sinar matahari hingga enam bulan setiap tahun.
Untuk menerangi bulan-bulan musim dingin yang lebih gelap itu, kota tersebut telah membangun cermin raksasa yang dikendalikan oleh komputer pada 2006. Teknologi ini akan melacak matahari dan memantulkan cahaya matahari seluas 600 meter persegi ke kota yang ada di bawahnya.
Kota tanpa Matahari dihuni sejak abad ke-13
Menurut arsip sejarah, kota tersebut telah dihuni sejak abad ke-13, yang berarti generasi penduduk setempat telah menghabiskan lebih dari 800 musim dingin dalam kegelapan. Setiap tahun, masyarakat melihat matahari terbenam terakhirnya pada 11 November dan menunggu sinarnya muncul kembali pada 2 Februari. Pada hari itu, warga mengenakan pakaian adat dan merayakan kembalinya cahaya dengan ritual yang berasal dari tradisi pagan.
Ide wali kota setempat
Pada 1999, seorang arsitek lokal, bernama Giacomo Bozani mengusulkan untuk memasang jam matahari di fasad gereja, tetapi wali kota saat itu Franco Midali menolak gagasan tersebut. Sebaliknya, sang wali kota akhirnya meminta kepada Bozani, apakah mustahil untuk membawa matahari ke Viganella dengan memasang cermin besar di salah satu puncak di atas kota, yang kemudian memantulkan cahaya ke alun-alun utamanya.
Gagasan tersebut diwujudkan pada 17 Desember 2006. Cermin itu dirancang oleh Bozani dengan bantuan insinyur Gianni Ferrari, dan menelan biaya sekitar €100.000. Lebar delapan meter dan tinggi lima meter, cermin memantulkan sinar matahari selama enam jam sehari, mengikuti jalur matahari di langit. Hal ini tentunya berkat program perangkat lunak yang membuatnya berotasi.
Cahaya yang dipantulkan, tentu saja, tidak sekuat sinar matahari langsung, tetapi cukup untuk menghangatkan alun-alun utama dan memberikan sinar matahari alami pada rumah-rumah di kota ini. Cermin hanya digunakan di musim dingin dan tetap tertutup sepanjang tahun.
Jadi inspirasi
Kesuksesan kota Viganella ini ternyata menginspirasi kota-kota lain dengan kondisi geografis yang serupa. Pada 2013, konsep cermin yang serupa ini juga dipasang di Rjukan, Norwegia. Desa ini terletak di lembah di selatan-tengah Norwegia.
Sama halnya dengan kondisi geografis di kota tersebut, desa di Islandia, Seydisfjordur, karena lokasinya di fyord yang sangat sempit menyulitkan desa ini untuk mendapatkan sinar matahari, bahkan di musim panas. Pada 2008, penduduk setempat mencoba meminta pemerintah Islandia untuk memajukan jam nasional dua jam di musim panas sehingga mereka dapat menikmati sedikit sinar matahari setelah bekerja, tetapi sejauh ini permohonan yang diajukan masyarakat ini tidak berhasil.
Editor: Vien Dimyati